7 harian di Nangor. Lalu jalan-jalan termasuk ke Braga.
2 harian di Jakarta, malam takbiran Idul Adha dan besoknya.
Mungkin Fahmi kasihan saya sendirian di Jakarta, padahal saya ga kenapa-kenapa sendirian. Harusnya acara (Idul Adha) itu normalnya demi keluarga sendiri, tapi Fahmi menolong saya (dengan cara) meminta banget-banget saya nginep di rumahnya. Dia memaksa saya mendapat 10 kilogram dagung qurban, meski saya berulang bilang “aku ga punya kulkas loh”——yang akhirnya kubagi ke ibu kos aja.
Terima kasih banyak Fahmi. Terima kasih banyak.
Kosannya di nangor bagus banget. Saya belum, atau tidak, tidak pernah menemukan kosan sebagus itu, di tahun tersebut, di Yogyakarta. Kecuali kalau memakai “KONTRAKAN” Yogya. kayaknya tahun saya kuliah, kapitalisasi hunian kos-kosan belum semengerikan Depok, Bandung sekitar ITB, Bandung Ciumbuleuit sekitar Parahyangan, Karawaci sekitar UPH, atau Nangor. Mungkin.
Saya baru saja menjalani “tawaf”, ga ding. pokoknya keliling MASK. naik turun tangga, memutari. Saya akhirnya menyadari bahwa suatu pintu kecil, jarang dibuka gemboknya, adalah pintu persis dimana Fahmi memarkir mobil saat dia dan saya (shalat) Asharan di Sunda Kelapa. MASK amat-amat rami sampai tengah malam. Hal amat kontras, Pujaseranya amat hidup tengah malam ini, jika dibanding kebrutalan covid awal-awal Maret-April 2020. saya bisa jalan kaki dari benhil ke tugu tani (Maret 2020) nyaris ga ada orang, dan entah berapa belas ambulan. Sebelum saya mbiyantu situasi di RSDC.
Untuk menggambarkan betapa “tuanya” perjalanan tersebut: saya dan fahmi keliling Jakarta, dimana area sisi Stasiun Sudirman masih banyak banget warung-warung makan tuk sisi peron ke Tanah Abang. Sekarang sisi “warung” ini bukan hanya kosong, tapi malah jadi proyek super raksasa menggabungkan KRL-MRT-Busway-LRT-Kereta Bandara dalam satu tangga hubung yang mengular amat panjang.
Fahmi, semua udah berubah banget ternyata. Bahkan meski saat keliling Jakarta, saya belum kepala dua, tapi Fahmi sudah (dia sekitar 2,5 tahun lebih tua). Fahmi bahkan bukan HI UGM, tapi, seperti dibilang, Nangor ya artinya HI UNPAD.
saking sudah lamanya perjalanan ini, mungkin pernikahan Fahmi sudah di tahun ke-11 / 12. Dia ga ada Medsos lagi setelah nikah. Saya cukup kaget, meski tentu amat senang, bahwa Fahmi menikah amat muda. Istrinya, ya, memang dari awal kuliah, bahkan saat acara linta HI kampus (PNM, PSNM) memang keduanya klop. Suami istri ini juga sama-sama ga punya medsos lagi.
Jakarta bisa dibilang “ga berubah” dan “amat ga berubah”. MASK tentu amat berubah banyak, tapi yang ga pernah berubah: (KEHARUSAN) satu - dua panser nangkring dekat MASK karena menjaga rumah dinas Wapres. (atau apalah tapi intinya rumah diperuntukkan bagi Wapres). Koq ya kebetulan Wapres kita kali ini Kyai.
Tapi yang AMAT BERUBAH? lihat aja langit2 Jakarta. Entah berapa banyak gedung pencakar langit. Saya kadang bingung banget “ini siapa yang mau beli ya”. Maksudnya, dulu banget, nyaris 12 tahun lalu memulai “tandatangan intern” tuk diperbantukan di DPR, saya harus ke gedung tinggi banget, yang dari lift sampai ke blok kantor penyalur intern saya, itu cuma kantor saya yang nyewa ruang. sepanjang dari lift, selasar, belum terjual.
Setelah 12 tahun, amat pesat bangunan yang sudah jadi, hampir jadi, dan akan otw dibangun di Jakarta. saya bingung siapa yang mau beli disaat dampak ekonomi Covid bikin nyeri dompet siapapun (harusnya). Pekerja ekspat sudah 90% eksodus sejak 2020 dan belum yakin mereka kembali ke Jakarta, meski mau serendah apapun kematian karena covid di Jakarta dan di keseluruhan Indonesia.
Tapi ditengah kepikiran macem-macem… seme - nyeri - kan dan seme - ngeri - kan dampak covid, kebaikan orang lain ga pernah berlalu dalam benak. “will forever indebted to Fahmi”. Ga lagi diitung uang.
Saya ga harus iri bahwa tahun nikah saya (masih) 0. Pernah gagal untuk menikah pun. Kehilangan rumah ke pelacur bagi (ex) pejabat elit pun. banyaklah yang hilang. Tapi udahlah.
Mudah-mudahan suatu waktu saya bisa bilang “…fortunate enough to call her my wife these days..”. Dari Sunda Kelapa saya memang ambil brosur zakat dan brosur gedung (sewa pertemuan atau apapun MICE) dikomersialisasi MASK. Tapi saya ga pernah yakin nikah (memakai) MASK. Lha wong saya udah deal dengan Istiqlal dan imamnya Istiqlal, ketahuan aja begitu aja dipertontonkan Allah tentang kelakuan pelacur. Saya masih terus belajar “nrimo”. Life goes on.
Makasih banyak Fahmi, Meisha. Langgeng2 ya kalian dan sehat bareng anak-anak. Aku pasti mengundang Fahmi-Meisha sebagai tamu amat terbatas kalau menikah, apalagi kalau benar-benar dia.
Ini maksudya Zera?