Saya ga yakin orang2 di “Biru Kedoya” (Metro TV-Media Indonesia Group) atau di Cikini (markasnya Nasdem) udah ada yang belain pidato anaknya Paloh (Prananda). Bahkan saya tahu betul beberapa orang yang sebetulnya sudah lama banget kerja di MI/Metro, kini (malah) jadi ajudannya…….AHY. Sabtu jam 7 malam (18 Juni) masih 1,4 juta views pidatonya; lalu jam 1 pagi (19 Juni) sudah 1,6 juta views.
Saya yakin banget ratusan juta ditengah 274 juta jiwa sama gagapnya kayak Prananda. Sama terbata-bata kalau disuruh bicara langsung di depan massa. Dan bersembunyi di balik keyboard, di balik medsos----apapun medsos yang dipakai. Mungkin lebih ancur lagi terbata-bata nya dibanding Prananda kalau disuruh bicara.
Saya sedih banget sebagian orang menghina terbata-bata/gagap/cacat fisik dalam pidato tersebut. for make sure: Twitter itu selalu dalam rentang 3-4% atas representasi Indonesia, tapi memang bisa mengubah narasi. Contoh: terduga (punya sejarah buruk) seksual, akhirnya ga jadi siaran di radio padahal radio tersebut meng-set dia untuk siaran pagi (*kapan2 saya mau nulis ini, beneran crafted).
Ada kemungkinan video tersebut mungkin sudah dilihat puluhan juta views, bukan semata 1,6 juta views. (Yaitu) ditambah via WA, juga YouTube. banyak banget orang “non twitter” non Instagram” yang justru aktifnya hanya di WA saja atau hanya di WA & YouTube. Saya ga yakin penghinaan ini murni karena si anak “karena anak pejabat”.
Tapi sejarah perpolitikan Indonesia pada kenyataannya menghadirkan “tokoh ga terduga” jadi presiden. SBY dizalimi 2003, lalu jadi Presiden. Soekarno bahkan bukan paling terkenal di 1942-1945 ditengah “founding father”. Soeharto hanya jadi Presiden karena kebetulan ada CIA #LOL (*maksud: G30SPKI). Habibie juga baru bisa jadi Presiden bahkan karena krisis Salim group 1997 bikin BCA runtuh dan domino 16 bank lainnya runtuh dan sejak BCA kolaps semua ga bisa dipulihkan sampai 1998. Gus Dur bahkan juga bisa dikatakan kecelakaan sejarah karena PKB cuma raih less than 19 juta suara di 1999. Bahkan Jokowi baru 2 tahun jadi Gubernur di DKI, dan hanya 1,5 tahun dari kejadian banjir raksasa (13 Januari 2013).
Saya ga mengatakan Prananda Paloh, karena dizalimi, bisa aja akan jadi Presiden. Secara khusus, kapan2, saya mau nulis “orang yang pernah dalam sekelebat penglihatan masa depan yang saya alami, dia malah jadi Presiden”: Mas Hanafi Rais, dosen saya di HI. saya bolakbalik cuma bisa menyaksikan sekelebat hal di masa depan, tapi saya sulit meyakinkan orang “sampai akhirnya beneran kejadian” #LOL
Saya meyakini betul, mungkin masih 2,5 dekade lagi, RI 1 entah gimana caranya tertulis adalah Hanafi Rais. Saya ga pernah lihat “sekelebat” Prada jadi RI 1. Minta dihajar warga nih gue.
Back to Paloh dan anaknya.
Paloh mungkin lagi stres banget karena ada satu orang yang sangat diinginkan dirinya jadi Presiden, tapi “kecelakaan sejarah” menghadirkan tragedi: Ridwan Kamil. Banyak sekali kejadian di luar negeri dimana politisi langsung mundur saat ada tragedi keluarga. Meski ada juga yang ngga, contoh: Biden itu sendiri anaknya wafat secara tragis. Tapi saya ga yakin, dan ga pernah “mendapat penglihatan” bahwa Kang Emil akan menjadi Presiden.
Kalau dipikir-pikir Nasdem itu beruntung. Dalam sejarah 1999-sekarang, satu-satunya partai baru yang langsung jadi dan atau bisa punya wakil DPR (*baca: melampaui treshold) cuma ada empat (bukan satu ding): PAN, PKB, Nasdem dan Gerindra. Tapi Gerindra jarak antara didirikan dengan pemilu pertama kali dilakukan, cukup berjarak—sehingga persiapannya sip, dan tokoh nya memang “sangat electable”: :Prabowo. Surya Paloh bukan “sangat-sangat electable” tapi Nasdem langsung bisa lolos ke DPR. PKS itu awalnya cuma “Partai Keadilan” di 1999 dan karena gagal treshold, berjuang lagi di 2004 dengan nama PKS. PAN & PKB lebih karena guncangan kebencian pada Golkar dan kemudian memaksa dihadirkannya Pemilu 1999 oleh Pak Habibie.
Maka Paloh bingung dan panik banget tuk 2024 dengan situasi psikologis Kang Emil, yang —sudah mustahil kayaknya dikondisikan (*atau dipaksa) untuk mencapreskan di 2024. Karena jumlah suara Nasdem di 2019 juga nanggung, ga bisa otomatis mencapreskan di 2024.
Tapi menghina anaknya itu “jahat dan sedih banget” cuma karena pidato yang sangat terbata2, gagap, salah eja, dll. beberapa orang terdekat saya bukan orang yang pintar bicara.
Adik saya sangat jarang menulis pesan wasap. Saya-adik-ibu saya jauh lebih sering “nelpon langsung”. Adik saya “gugupan” karena pernah dibully di saat SD. Bahkan dengan realita dia bersekolah di tarnus, mendapat pelatihan (semi) militer pun, dia ga pernah mau dan sanggup bicara banyak-lancar. Ada lagi dong yang lebih parah: saya sendiri.
Saya baru belajar lebih lancar bicara karena dipush guru SD saya untuk membaca UUD 1945. Dulu cadel pun, gugupan. Saya nyaris usia 3 masuk SD #lol, pada dasarnya 4 tahun sekian doang. Karena dipaksa terus-menerus melncarkan bicara (*cara dipaksa ga efektif untuk semua orang), dan saya penghapal banget, saya benar-benar hapal UUD bahkan sampai SMA. sekarang sih ga hapal, butuh “gu-gel”. Bahkan alih2 lancar. Pernah tahu sinetron dimana Shireen Sungkar main? Nah saya pernah kehilangan suara saat kuliah, dan serak2 seksi gitu kayak suara Shireen #gakgitu … Minta dihajar warga ya anda, Prada.
Apakah Saya pernah jatuh hati ke orang yang gagap? Kayak nya ga gagap, lebih ke pilekan yang harus sering2 minum hangat di YongMa aja. ((((Anda ini lho apa minta dihajar warga)))
Please banget. jangan menghina orang karena punya cacat fisik. Jahat banget. Dan saya pernah mendengar “politicia legend” (gabisa dibilang Urban Legend ding)—--saya yakini akurat. Pokoknya Paloh telat datang pada acara maha penting perpolitikan. Dan Prananda sampai bungkuk2 minta maaf ke tiap tamu. Respek atas yang nunggu ayahnya. Saya ga yakin cerita semacam itu pernah didengar orang2 biasa.