Commitment Bias between Start-up Members about Reality
No one would know anything about it, till it was all over
Sabar, sabar, sabar di tengah “winter”
*kalau typo banyak maafkeun ya, ngetik sambil tiduran
The world (not only start-up) may be going to hell, but it’s still summer, and you can still roll your window down and listen to Big Thief and forget it’s all zero.
Masih cukup surprise bahwa yang dioper/dijungkalkan adalah Menteri Perdagangan, terlepas memang kasus minyak goreng memuakkan. Baru sepekanan lalu netihen dikejutkan video viral Mendag lawas (M.Luthfi) membela dengan sangat bagus posisi Indonesia dalam forum internasional, smacked publicly his counterpart from the West, in english, dengan retorika yang bagus banget. Tapi beliau memang mantan Dubes pun sehingga terbiasa ber-retorika in english dengan koleganya. Tapi Mendag yang baru juga pernah kelahi in english dengan Harrison Ford.
Kalau anda nyadar, bangunan ngantornya Mendag adalah bangunan terdekat kedua dengan Kedubes Amerika (terdekat: Kementerian Kelautan & Perikanan).
Tapi yang kemudian muncul (selain berita reshuffle) adalah tertulis nyaris serupa di berbagai kantor berita, seperti ini:
“E-commerce penopang utama pertumbuhan ekonomi Kuartal/Quartal pertama 2022.”
Saya yakin selain di media online, harusnya ini (E-commerce penopang utama) diumumkan juga atau diberitakan di TV.
early June 2022
July 1st, 2022
Tentu saja ini ironis bukan semata seolah antitesis “lah sukses meningkatkan volume dagang koq diresapel”. Tapi juga kenyataan bahwa ecommerce meningkat pesat jelas berkorelasi dengan “adaptasi covid”, tapi berbagai penopang ecommerce, yaitu Start-up”, malah melakukan layoff.
Yang saya coba gali lebih dalam, bahkan dari berbagai nama startup di Indonesia dan di luar negeri yang terpaksa melakukan layoff, justru adalah startup yang menerima pendanaan baru pada rentang November 2021 -(bahkan) Maret 2022. Baru beberapa bulan lalu, terlepas ada masalah Omicron dan juga (imbas ekonomi karena) Perang Rusia - Ukraina. (1) e-commere melesat pesat karena dengan covid semakin intens beronline ria, (2) baru saja mendapat pendanaan, tapi layoff.
Saya ga nangkep sama sekali. “seberapa gilakah uang pendanaan” dibakar setidaknya dalam rentang Desember 2021-Mei 2022 katakanlah, sehingga memaksa layoff.
Untuk hal yang lebih vulgar:
Syipo menjelaskan tidak akan melakukan layoff untuk unit Indonesia (setidaknya saat ini), bukan seperti gambaran awal diberitakan pada saat awal2 heboh. Artinya: yang kena layoff minimal Thailand, Malaysia, Filipina. Yang …. faktanya…..
Faktanya Thailand masih lebih kebanjiran wisatawan asing (bukan semata lokal) ditengah badai coronavirus, yang (artinya) volume perdagangan apapun, konvensional maupun via startup harusnya kenceng banget. Apalagi Filipina: baru saja Pilpres. Logika normal semua pemilu di semua negara, selalu belanja atau laju konsumsi meningkat pesat dibanding tahun non-pemilu, bukan semata belanja pemerintah. Tapi kata Syipo, justru non-Indonesia yang kena layoff. Asumsi awal saya masih relevan: artinya payung grup yang memiliki Syipo memindahkan pendanaan menjadi untuk (serentak di berbagai negara) bikin Digital Banking.
Pun juga layanan kedokteran, yang di Indonesia terpaksa layoff. Bagaimana mungkin bahwa Pemerintah Indonesia sendiri yang memudahkan-mendorong semua layanan telemedisin yang disediakan berbagai aplikasi-startup untuk meraup pembayaran agar meminimalkan siapapun untuk berobat coronavirus ke RS—-cukup mengobati sendiri di rumah agar mengurangi penumpukan beban kerja di RS dan mengurangi drastis kemungkinan infeksi berulang di RS atas coronavirus. Tapi ada layoff pula di startup kesehatan.
Pun (lagi) layanan kurir, yang harusnya makin menggila pendapatannya (terlepas huru-hara upah terlalu kecil): uang oendapatannya lari kemana, saat orang2 yang awalnya terbiasa belanja langsung, akhirnya pilih pakai kurir, yang artinya (harusnya) memperkaya startup tersebut (di bidang logistik). Harusnya, logikanya.
Pun layanan pendidikan. Benar, bahwa startup pendidikan terbesar di dunia, kebetulan bukan China tapi India, juga mengalami struggle. Tapi Indonesia “sempat sangat-sangat ZOOM-ish” banget, dan harusnya menanggung duit sangat raksasa atas oembayaran pembelajaran tambahan secara daring—-anggaplah pendidikan di sisi sekolah tidak cukup menunjang sehingga terpaksa ditunjang “les online”. Tapi salah satu startup pendidikan terpaksa layoff.
Kemarahan. Itu yang saya rasakan bukan di benak saya. “bagaimana mungkin lembaga startup apalah, membayar 80-100 juta rupiah per SATU feed media sosial”, tapi gabisa menggaji dan atau layoff. Kerumitan algoritma media sosial tidak selaras benar-benar menyesuaikan target market, kadang malah menjadi hal-hal privasi kita disalahgunakan.
Saya ga mau kejauhan masalah menteri-menteri resapel. Or kenapa seorang Mantan Panglima TNI jadi menteri hal-hal tanah, yang sangat mungkin agar urusan ibukota baru yang areanya lebih luas dibanding Kabupaten Gunungkidul, dituntut semua pertanahan lancar dikuasai pemerintah dari para “pemburu rente” dan orang-orang culas — logikanya (SEBETULNYA) demikian.
Kalau saya Presiden, saya pasti lebih marah bukan terkait kejadian Syipo. Tapi kejadian di BUMN seluler. Kalau anda selalu melintasi Jalan Gatot Subroto Jakarta, melintasi pula BUMN MOTLEK, anda akan melihat sampai sekarang panel huruf2 nama suatu marketplace bentukan BUMN di dinding menara BUMN tersebut—-yang dimana itu marketplace dibubarkan. Konon, semua tim IT di marketplace BUMN tersebut dipindahkan ke unit apps payment-built in LankIji. Bagaimana mungkin BUMN MOTLEK santai-santai aja dengan masalah “Hijau-Hijau” yang diusut DPR, tapi membiarkan unit usaha dari nol bentukan mereka LankIji mengalami Layoff. Baik unit MOTLEK yang (dulu) gulung tikar maupun yang 3 pekan lalu layoff kebetulan pakai kata “aja”.
Terlebih Jokowi baru saja bikin PP yang menuliskan bahwa jika terjadi mismanagement, Direksi BUMN harus menanggung ganti rugi. Kalau anda ga cukup bizzare dengan cara riset saya: saya bahkan bisa menghubungkan jalinan super rumit antara BUMN telco ini dengan perihal sutradara - phinisi yang ramai sekali di perbincangan media sosial 6 bulan lalu dan bahkan "(cara mengakhiri saga di twitter) dengan memaksa seorang Komisarisnya dikeluarkan dari perusahaan sutradara tersebut, dan itu ada tali-hubung “amat ga kentara tapi ada” dengan BUMN telko kecintaan Indonesia (*kalau cinta). Andai saya yang RI-1, saya bakal marah betul pembiaran layoff tersebut, apalagi di unit BUMN. “ngapain yu urus jauh-jauh saat kantor elu sendiri kebakaran”.
Tapi alih-alih. Alih-alih benar-benar merendah dan insyaf menyadari krisis yang amat sulit. Saya bukannya iri sama orang2 bergelar eksakta: saya pernah minimal nomor 5 seJawa-Bali untuk mapel MIPA se-SMP. Saya sayangnya ber-hati sejarah dan mencintai HI. Balik lagi, sayang banget dengan realita berdarah-darah start-up dimana-mana, secuil segmen IT person berpaspor Garuda, entah di Indonesia, atau Singapura tempat Syipo, atau di luar negeri lainnya, masih suka flexing: kalian (sektor IT) itu lagi super berdarah-darah dan bahkan The Fed Amerika emoh nolong kalian, sektor IT kalian mungkin dibiarkan remuk puluhan triliun valuasi hilang.
Untuk semakin bizzare situasi krisis: Tesla, atau karena posisinya elit, yaitu Country Manager di Singapore diberhentikan oleh Elon Musk sendiri. Setahu saya, unit riset Tesla bahkan bukan Singapore tapi Bangkok. Artinya ini (kantor Singapore) murni unit penjualan Tesla untuk orang-orang superkaya, crazy rich ASEAN (bukan cuma crazy rich Singapore). SATU apartemen di Jakarta Utara, di salah satu tower apartemen tersebut, saya bisa melihat dua mobil Tesla diparkir. Entah berapa banyak Tesla Car di Indonesia per Juni 2022.
Diperkirakan, merujuk berita lainnya terkait Elon Musk, Elon mungkin memberhentikan CM tersebut karena si CM bersikeras tidak mau WFO dan hanya mau WFH. Elon meminta, ditengah tidak lagi memburuk Coronavirus dimana-mana (*meski sebetulnhya naik lagi, bahkan kasus tambahan harian di Indonesia kembali naik harian diatas 1000/hari tuk 15 Juni 2022—-wafatnya juga 8/hari; 3 bulan terakhir cuma wafat 1-3 saja/hari), agar siapapun pekerjanya masuk ngantor.
2 tahun lebih, orang-orang berpaspor garuda di Singapura, utamanya IT, sangat keterlaluan membenci Indonesia, nyinyir, dan terus-menerus membanggakan Singapura dalam penanganan Coronavirus. Bahkan disaat sempat Singapura wafat sampai 15-21/ hari (sekitar November 2021) dan Indonesia malah cuma 13-15 wafat/hari di bulan yang sama, warga paspor Garuda di Singapura nyinyir “ah, just lucky temporary, Indonesia” (populasi Indonesia 274 juta, populasi ASLI Singapura sekitar 3-4 juta tanpa hitung ekspatriat).
Tapi kasus CM Tesla diberhentikan, disaat jelas Singapura super higienis bahkan di kantor2 (bukan semata di rumah sendiri), dan si CM Tesla bersikeras hanya mau WFH enak-enak, akhirnya diberhentikan Elon, harusnya jadi alarm bagi warga paspor Garuda: kalian orang-orang IT harusnya ga terus-menerus flexing, kalian sendiri itu ga aman. Bias realita yang membungkus (sampai sekarang, sepertinya) utamanya IT persons, dengan realita crisis wipeout puluhan triliun yang terjadi.
No one would know anything about it (massive layout but anomaly with volume trade data) till it was all over (start-up, all, chaos, popped).
Teman-teman, semoga segera mungkin dapat kerjaan baru. Gue yang ga berkeluarga bisa sangat banget-banget merasakan kesulitan kalian. Aminnn