Sabar, sabar, sabar di tengah “winter”
Saya kesulitan memahami GOTO dan segala kontradiksinya. Bahkan kontradiksi terjadi di divisi yang sama. GOTO total income 2021 (bukan Gojek, bukan Tokopedia, tapi sudah digabung) cuma 3 Triliun. (*menurut lapkeu terbaru GOTO, pendapatan Jan-Mei 2022 GOTO sebesar 1,5 Triliun, yang ….. ya sama aja kalau ditotal, dibanding 2021, anggaplah kalau 5 bulan 1,5 T artinya 12 bulan ya 3,2 T).
3 Triliun ini didapat dari salah satunya (driver motor bernama) Mas Ryan (*saya kenal baik orangnya dan berulang komunikasi langsung dengan dia) yang viral 4 hari lalu. 16k gopay customer dalam jarak yang amat dekat (kata Mas Ryan, pelanggan bilang “koq naik”), dia cuma dapat 9600, disaat 6400 nya tuk Gojek. “6400” semacam ini, dan entah skema di kubu Tokopedia, yang membentuk 3 Triliun tahun lalu. Kayaknya lebih rumit lagi skema di Tokped karena barang jualan.
========
(please allow me to explain specific 4 photos-moment coincident):
Ini kebetulan yang ga pernah diduga, tragis - koinsiden. Meski sekali lagi, ini dua entitas perusahaan yang beda. Foto 1, kurir yang wafat bukan GOTO. Tapi Pak Arif bahkan menjelaskan dalam utas (bahwa) seorang gocar driver juga wafat didalam mobil saking kecapekan. Bukan cuma kurir motor.
3 foto setelahnya acara GOTO, terkait spesifik award menangani delivery selama WFH. Bukan WFO, bukan lapangan.
Securam itu antara tim kurir lapangan yang ga punya privilege, dengan tim kantor yang bahkan tidak berkantor, bisa WFH. Sekali lagi, ini dua entitas kantor berbeda. Tapi koinsidennya menjadi terlalu tragis. Di hari yang sama, jam yang sama.
=============
(*jika anda di area WIB tidur jam 9 malam, di luar negeri, antara jam 10 malam-3 pagi terjadi layoff sampai sebanyak 5 lembaga, sekritis, bloodbath situasi ekonomi: Coinbase; Secure; OpenWeb; Redfin Corp; Compass)
(ancaman terhadap WFH kek, WFO kek, tim lapangan pun bahkan) AI:
Rival terberat GOTO di Southeast Asia, SEA (dengan contoh: Shopee), beberapa hari setelah phk besar2an di Jakarta:
*yang menyakitkan dari potensi bukti/proof ultrarendahnya produktivitas di kantor-kantor startup adalah bahwa yang di jalanan/tim lapangan dan apalagi driver, apapun startupnya (bukan semata $GOTO ) berulang kali hadir berita driver pingsan dan atau berita wafat driver di tengah jalan segitu kerasnya bekerja. Bukan semata menyakitkan (mungkin) bagi yang kena PHK sementara yang selamat dari PHK toh ultra rendah poduktivitasnya. Hal ultrarendah produktivitas ini mengingatkan dua video TikTok ultraviral di AS: pekerja LinkedIn (6.5 juta views) cuma pesta dan makan enak di kantor dan sepulang kerja masih bisa nongkrong.
Satu video lagi tentang pekerja senior META Facebook (3.4 juta views) yang kerjaannya cuma main TikTok ByteDance, musuh platform dari FB itu sendiri.
terlepas kontroversi dan (jelas-jelas) pro right wing, Elon Musk sampai ga masalah tidur di kantor. Dia mengklarifikasi bahwa tempat tidur benar adanya tuk pekerja Twitter dan dia tidak memakai tempat tidur tapi cukup sofa/couch. Elon sejak covid menerjang seluruh dunia beranggapan / bersikeras harus bekerja di kantor/site/pabrik dengan segala protokol. Elon anti WFH/merasa produktivitas WFH itu amat rendah. Pekerja pertama TESLA yang di PHK saat covid (Juni 2021) adalah salah satu Country Director Tesla di Singapore yang bersikeras WFH disaat Elon tahu bahwa kasus di Singapore (saat itu) masih amat rendah dan tingkat vaksinasi Covid Singapore (saat itu, per kapita) termasuk tertinggi sedunia.
(snapchat, yang juga rugi miliaran dollar. meminta balik kerja di kantor, bukan WFH)
(persis GOTO dan senasib)
Tapi ada HRBP GOTO di India (tapi orang Indonesia) yang amat suka banget flexing, yang gajinya 60 juta/bulan. 3 Triliun dibagi 12 kira-kira adalah 250 Miliar Rupiah. Sementara jika 60 juta (rupiah) menjadi angka pembagi untuk 250 Miliar Rupiah, kira-kira adalah 4250.
Saya meyakini angka karyawan (bukan mitra driver) Gojek ya sekitar 4000, gabungan di Jakarta, kota-kota Indonesia lainnya, dan di Bengaluru/Bangalore. Tentu tidak semua karyawan GOTO 60 juta/bulan semua. Tapi jelas HRBP itu masih ada lagi jabatan yang lebih tinggi dari dia (yang lebih bisa flexing gaji ke ini HRBP —- kalau mau).
Menurut netihen, NKRI sangat buruk IT nya dan "tipu-tipu", startup nya sebetulnya bikinan India (Bangalore / Bengaluru)
Netihen yang sama:
Kominfo serem banget doxing, surveillance (*buktinya apa???)
Jadi Indonesia itu secluded, super terbelakang, atau super canggih seperti (utamanya) China dalam surveillance, U.S., EU?
Jadi ahli-ahli IT Indonesia, pasca penataan PSE, sebaiknya pindah ke negara lain, yg aturan seperti "menata PSE" jauh lebih brutal, strictly dibanding +62?
Gimana Gimana?
Apa iya ya GOTO ini keterlaluan besar ngegaji karyawan, sehingga justru memerahkan neraca mereka yang tahun lalu rugi 23 Triliun. Nyaris 8x lipat. Sementara mitra (yaitu para pengemudi, juga para mitra Gofood dan semacamnya) diperbudak dari kantor GOTO (Pasaraya, Satrio, juga di Bengaluru)? Apakah skema gaji terlalu besar ini juga terjadi start-up lainnya, sementara mitra start-up lainnya amat kecil bahkan diperbudak? For more context: banyak sekali kemudahan WFH yang dinikmati para pekerja teknologi disaat bidang lain tidak pernah bisa WFH, mustahil WFH.
Masalahnya sesama pengemudi juga bisa beda-beda responnya jika dipecah tiap kota kasuistik. Anggap Mas Ryan di Jakarta ini setelah dapat order satu penumpang di Jakarta, katakan karena 16k itu jarak dekat, dari DPR ke Slipi. Lalu dari Slipi dia bisa dapat lagi. Dan selanjutnya. Tapi tone nya terasa 9600 ini terlalu “upil”, terlalu “perbudakan” dibanding yang didapat di Pasaraya, di Dr Satrio, atau di Bengaluru. Puluhan ribu driver apakah berasa jadi budak bagi pekerja di kantoran tim starap yang gajinya super tinggi?
Tapi masalahnya, di kota lain. Mereka juga mendapat 16k, dan skema 9600-6400. Mereka bukan di area yang selalu ramai pemesan Gojek, meski jumlah Gojeknya bukan segila Jakarta. (Tapi) tetap saja, di daerah bisa jauh lebih menerima/pasrah. Mereka ga masalah 7km dari titik terminal ke suatu rumah, dan area perumahan itu sangat sepi dan gak mungkin dia ngetem untuk dapat penumpang.
Artinya dia habiskan (bisa jadi) 14 km, kembali lagi ke Terminal, berharap dapat penumpang, karena ga mungkin dapat penumpang di perumahan. Bahkan (karena saya mesen sudah malam larut sekali) si Gojek driver ini ditengah perjalanan beli kue bandung/martabak bulan, demi anak nya (*pesen ke suatu gerobak sembari antar saya—-nanti diambil setelah selesai antar saya). Saya iseng “memang dapet banyak pak, bukannya sepi”, dijawab “kalau demi yang di rumah, santai aja dek”. Mereka lebih tersenyum, lebih bahagia, meski menghabiskan jarak 14km, dibanding (mungkin) Mas Ryan di Jakarta dan siapapun driver di Jakarta.
Area saya maksud cuma 90 km dari Istana Negara. Saya gabisa menyebut arah mata anginnya. Tapi setimpang itu. Cuma dalam jarak yang kurang dari 100 km, IDR 16k bisa sangat berbeda sekali untuk komparasi driver di area berbeda. Tuk pembanding lebih bizzare: saya pernah di Lampung, gojek, 2019 Maret, harga trip 5 km cuma 4k dan tiap driver senang banget.
*saya mengupdate, per sabtu saya coba sendiri di suatu kota, menjadi 14k saja. saya yakin siapapun juga akan mendapati 14km di kota manapun, jika jaraknya dibawah 6 km)
Masalahnya (lagi), 4 jam lalu, CIMB sekuritas terpaksa kembali membeli saham GOTO karena ga kunjung kebeli. Istilah bursa saham namanya Greenshoe, dan CIMB menyedot sendiri saham GOTO (yang harusnya dijual) sudah mencapai 41% saham.
Kalau dua ultra raksasa, dengan puluhan ribu mitra driver (/ratusan ribu????) dan puluhan ribu mitra jualan (sisi/kubu Tokped) cuma total income 3 Triliun setahun, gimana starap yang secara feel multiplier tidak punya (Armada) seperti puluhan ribu driver? GRAB, Shopee bukan Indonesia. gojek - tokopedia membanggakan diri dengan istilah multiplier terbesar diantara berbagai startup di ASEAN, dengan skala pengaruhi PDB Indonesia sampai sekian persen —- cek lagi video promosi IPO GOTO.
Artinya start-up lain secara even multiplier terlalu mini dibanding GOTO. Okelah blibli ada jejaring penjual (kayak TO, kayak Tokopedia), tapi berapa sih. TIKET dan Traveloka, gimana coba cara hitungnya? Tiket distributor/pihak ketiga yang sudah eksis sebelum muncul TIKET dan Traveloka kan gabisa dihitung bagian dari mereka. Memang gabisa disangkal GOTO supergede. Karena multiplier nya termasuk puluhan ribu atau sudah ratusan ribu driver dan puluhan ribu pedagang. Tapi disitu yang lebih miris: sudah super banyak motong rupiah sebagai skema kerjasama, jumlah para pihak yang dipotong rupiahnya secara otomatis oleh GOTO amat banyak pihak, tapi agregat total pendapatan GOTO secara riil cuma 3 Triliun.
Aneh dan amat mengkhawatirkan. Kalau suatu saat “meletus”.
(nasionalisasi Traveloka? INA/Indonesia Investment Authority adalah Sovereign Wealth Fund/SWF, dan tipikal kebijakan agresif berbagai SWF di negara lain adalah mengambil alih kepemilikan dan atau nasionalisasi jika persentase akuisisi amat dominan)
Saya selalu kepikiran bagaimana adik saya merasa aman di maskapai. dan apakah divisi keuangannya, terlebih disaat covid, gebuk-gebukan satu sama lain secara revenue dengan (contohnya) TIKET atau Traveloka. apakah (mungkin) harusnya lebih senang pihak pesawat jualan langsung (sehingga ga kena potong apa-apa) dibanding harus jualan tiket via TIKET atau Traveloka? Logika awam, pihak pesawat lebih mendapat rupiah yang signifikan jika jualan langsung/direct dibanding jika jualan lewat perantara. Apakah hotel sebetulnya terpaksa pakai TIKET or traveloka disaat jual langsung TIKET hotel lebih untung.
(start-up vs biro2 pinggir jalan yang sudah eksis 6 dekade jualan tiket pesawat vs maskapai itu sendiri)
Kalau pilot (maskapai Indonesia) kayaknya sulit flexing, karena biaya sekolah aja bisa 18-20 miliar untuk jadi Pilot (*saya tidak typo menulis delapan belas-dua puluh miliar, karena punya teman pilot), sementara gaji Pilot ga kemudian gede banget, apalagi kini terdampak karena covid.
Saya kan ga mungkin ga kepikiran. Dua-duanya orang yang benar-benar saya cintai. Yang satu punya darah daging yang sama dengan saya. Yang satu, 4 tahun di ruangan hampir selalu sekelas.
Kalau sampai GOTO gagal, bubble pecah, gimana kamu coba? Kalau GOTO salah strategi monetisasi, gimana HRBP di India (Bengaluru) yang suka flexing, coba?
Kalau saya bisa sangat peduli adik yang saya cintai dan bagaimana monetisasi kantornya ditengah covid, saya jelas juga peduli, kepikiran banget apa yang dijalani perempuan yang saya cintai bertahun-tahun di tempat kerjanya —- yang mungkin akhirnya pindah.
(Default Alive)
Very valuable and interesting as always just I've been busy in a week as always
akhirnya udah tau prad kalo ga di traveloka lagi?