Abusive
sebulan terakhir, saya ingin membunuh laki-laki yang menganiaya perempuan yang sedang saya amat cintai dan sayang.
(*mencoba fitur otomatis dimana akan terposting berulang di media sosial)
Prolog: When we love someone, we don’t get disappointed in them that readily (Saat kita mencintai seseorang kita tidak akan mudah kecewa pada orang itu) — tapi bagaimana jika orang tersebut mencelakai fisik dan membuat kita pelan-pelan ingin bunuh diri? I can't imagine ever hitting a woman in anger.
=====
Biasanya September akhir-Oktober adalah berbagai momen penting antara Ibu saya dan (alm.) ayah saya. Tapi sejak 5 tahun terakhir, ibu saya enggan anaknya melakukan perayaan apapun. Meminta tidak melakukan perayaan apapun. Ayah, sudah wafat lama sekali. Adik gue, alih-alih, cuma hapal ultah mama-papanya, kadang lupa ultah kakaknya sendiri.
Gue terlahir mengambil sikap solidaritas utuh, suportif melimpah. Gue masih kepingin banget bunuh satu-satu warga HI UGM yang berkomplot mencelakai nyokap gue saat gue dan adik gue amat jauh dari Yogya. Bahkan disaat gue tidak pernah sama sekali mirip. Atau: pernah merasa: tidak mirip bokap nyokap.
Kulit gue cukup rusak, orang Jawa menyebut “bekisik”. Bukan semata tanned (*dark sih). Nyokap, Ibu, Bundo, amat putih. dan untuk ukuran daerah yang miskin, terisolir, sinyal 3G pun byarpet di 2015 (*iya, 3G, tetep byarpet, jangan mimpi 4G), nyokap amat tinggi. Pun seorang leader atas cheerleader. Secara kecantikan, Wulan ga ada apa-apanya dibanding nyokap saat masih muda. Bokap, kraton-ish, kulit gelap, lebih tinggi lagi.
Tapi yang punya kemiripan pada (sekilas) wajah nyokap dan (lebih-lebih) wajah bokap adalah adik. Dan yang seribu persen punya kemampuan fisika dan teknik, cuma adik. Bokap Nyokap punya kulit yang bagus (meski beda warna), padahal anak teknik dan orang lapangan, panas-panasan. Saat anak sulungnya bekisik. Yang punya kemampuan bahasa Inggris sejak SD jauh lebih baik adalah adik (*bokap amat fluent bahasa Inggris). Gue bahkan masih cukup struggle in English di Semester 2 HI UGM sampai gue berani mencoba (sesekali) menulis paper in English — disaat justtu gue makin sibuk diluar HI UGM.
Gue pernah merasa rendah diri banget meski berulang kali diyakinkan (alm) nenek dari sisi ayah, bahwa gue beneran keturunan mereka. Gue punya gelar tertentu dalam level kraton, yang tidak pernah mau dituliskan bokap-nyokap.
Gue ga berbohong kalau gue selalu punya bayangan buruk tentang bayi yang tertukar di RS dan atau tes DNA. Tapi gue melarang adik gue berbuat apapun jika keluarga dicelakai. Saat nyokap gue nyaris dibunuh anak2 oknum HI UGM (*plus komplotan bajingannya), gue bersumpah seumur hidup kukejar nama mereka satu-satu, dan ga boleh adik gue terlibat. I might as well slap all these bastards. Gue pingin banget ngebunuh sedemikian marah, bahkan meski gue minder banget ga mirip bokap nyokap. Betapa marah.
Gue menemukan orang yang juga kebingungan, mungkin, atas identitas dirinya. Dan gue tahu betul, merasakan betul, entah gimana caranya, perempuan ini dianiaya laki-laki disekitarnya. Dia kebingungan menjalani hidup setelah menjalani kekerasan laki-laki, semenara dia ga pernah mau cerita ke keluarganya. Toxic Relationship.
Padahal sejak dilukai Wulan, dan sejak seorang teman dekat melukai gue, dan sepupu perempuan melukai,, gue menjadi sangat - terlalu berjarak dengan perempuan. Antipati bahkan.
Tapi gue sayang betul perempuan ”yang kebingungan identitas” ini.
=============
Gue punya teman sejak SMP, perempuan, yang terpaksa gue putus hubungannya. Gue ga akan peduli lagi kesulitan ekonomi dan atau kesulitan dia merawat anaknya setelah dia berbuat buruk banget, dan tidak merasa bersalah sama sekali.
Gue punya sepupu perempuan (*dan bukan cuma satu) yang terpaksa gue putus hubungannya saat gue terluka betul kelakuannya di tengah keluarga besar, dan menempatkan gue berada / menjadi “kambing hitam” ditengah keluarga besar.
Tapi gue berusaha “keep the score”: gue berusaha memastikan beberapa wanita, diluar nyokap dan diluar “perempuan yang kebingungan identitas”, akan kutolong “dengan segala cara” jika mereka benar-benar meminta. Orang-orang tersebut tersebar dari Praha, Obi Maluku, New Orleans, dan Kebayoran Baru-Depok (*khusus nama keempat, suka pindah-pindah di sekitar itu).
Salah satu orang tertentu tersebut, keempat nama khusus, keluarganya ada yang di Malang. Gue sampai repot-repot menyegerakan cuti dan cek dan bahkan sampai sekarang tetep kepikiran tragedi yang baru saja terjadi, karena pertemanan yang jauh lebih mendalam. Gue melakukan apapun yang terbaik demi teman. Sampai balik lagi kembali ke Jakarta setelah merelakan cuti.
Gue merasa kesulitan banget memahami “pengkhianatan”, terlalu sulit. Sekali terluka, menjadi sangat membenci dan sekalian putus hubungan: karena gue melakukan yang terbaik untuk mereka, tapi gue dilukai tanpa ada rasa bersalah.
Dengan mempertegas lingkaran yang makin kecil (setelah cut beberapa orang), gue sadar makin sulit merasa kehilangan, setelah beberapa orang yang gue awalnya dekat, ternyata brengsek. bahkan keluarga besar. Gue kesulitan mencoba memaafkan situasinya. Tapi entahlah. Gue meminta ampun pada Allah atas begitu ringkihnya gue yang terlalu gampang dilukai dan (membuat gue) terlalu sulit untuk memaafkan.
Adik gue, berpostur tentara, betapa ketakutan melihat kakaknya, less 40 kilogram & less 5 cm dari dia, mengamuk tak terduga dan punya daya rusak. Kadang, sebulan terakhir, gue pingin banget membunuh laki-laki yang menganiaya perempuan yang sedang gue amat cintai dan sayang.
=================================
“Brad Pitt choked one of the children and struck another in the face” and “grabbed Jolie by the head and shook her,” the filing states, adding that at one point “he poured beer on Jolie; at another, he poured beer and red wine on the children.” (NYTIMES)
Gue tahu (koq) akun “impostor” orangnya. bukan cuma akun asli. Di hari yang sama.
Tapi entahlah, baik di akun asli dan impostor, seorang perempuan mengeluhkan hal yang redundan. Antara sakit in-real fisik, dan atau dianiaya. Gue gatau awal mula yang lebih tepat: apakah karena dia dianiaya (laki-laki) secara fisik, kemudian merembet dengan sakit di berbagai bagian fisik dan mentalnya. Bukan cuma memarnya. Dan atau membuat dia merasa suicide, “hidupnya ga berguna”. Menurut lagu yang didengar saat mengetik di HP, “Dunia tipu-tipu”. Perempuan ini terjebak dalam tipu-tipu laki-laki penuh kekerasan, yang entah kenapa tetap dicintai. Kebetulan perempuan ini berada di kota yang sama dengan penyanyi lagu tersebut, sangat mungkin satu kelurahan.
Perempuan ini tidak pernah merasa sebagai bagian suku minoritas. Tapi kulitnya terlalu terang bahkan dibanding suku asli dirinya yang jelas-jelas juga kulit terang, bahkan lebih terang dibanding kulit “suku minoritas”. Ya memang bertolakbelakang dengan gue yang (juga) krisis identitas: gue kan dark.
Konon memori orang jauh lebih bagus saat masih muda dibanding saat sudah tua. Bukan terkait pikunnya. Saat kamu masih muda, hal itu membuat jauh lebih terngiang.
Gue entah kenapa penyuka serial korea PASTA dan itu terlalu membekas. Suatu, bukan ding, sebisanya kalau gue ultah dan bukan lagi di lapangan, gue selalu memasak untuk orang2 sekantor, salah satunya ya dengan pasta. Once, gue pernah kantor 150 orang di Jakarta (/ lebih, kalau ditambah intern), dan gue masakin 150 itu. Dari masakan sarapan sampai makanan malam (*tuk lembur).
Salah satu pemeran serial Korea “PASTA” ini, sangat membuat gue keinget “perempuan yang gue sayang sekarang”: bukan, bukan karena sipit. Tapi, radikalnya perbedaan peran, meskipun ya akting itu sah-sah aja mau berperan seradikal apa. Radikal betapa flipflopnya perempuan yang gue sayang, berubah-ubah perasaan.
==============
Di “PASTA”, Lee Ha Ne, nama yang lebih dikenal bagi dia “Honey Lee” (*karena Ha Ne = Honey secara pengucapan) berperan sebagai koki lulusan eropa, yang istilah anak sekarang, sangat SLAY dan ANGGUNLY. Bukan koki geradakan lawan mainnya. Lee Ha Ne kebetulan juga Miss Korea, dan bahkan perempuan dengan rangking tertinggi se Korsel dalam hal capaian Miss Universe (Lee Ha Nee 5 besar—bahkan Indonesia tertinggi seumur2 cuma Artika Sari Devi, 15 besar).
Bayangkan begitu anggun, in term, partof Miss Universe. Main di PASTA jadi koki yang SLAY & ANGGUNLY.
Tapi di film (bukan serial), yaitu Extreme Jobs (*the 2nd most profitable Korean movie ever katanya, kayaknya nomor satu tetep film Joint-Security Area), Lee Ha Ne berubah total. Jadi polisi (yang menyamar) tapi kelakuannya sama sekali ga SLAY & ANGGUNLY, Bahkan ciuman pun geradakan (*ada di akhir-akhir film Extreme Jobs). Lee Ha Ne literally black belt Taekwondo——-bahkan adik gue yg postur tentara cuma sabuk biru.
Persis sebelum tragedi yang membuat gue berurusan ke Malang, serial dari Lee Ha Ne diputar di Netflix. Memerankan dua orang yang beneran radikal: yang satu geradakan berandalan preman meski Jaksa, yang satu lagi menantu konglomerat.
Versi (Lee Ha Ne, di serial Netflix ini) yang anak konglomerat, amat2 pemarah tapi amat pendiam. Sangat pemarah dan pendendam karena sedemikian luar biasa di abuse, sedemikian disiksa.
Versi ini sangat persis perempuan yang saya sayangi kalau sedang mengamuk: marah, berontak, maki2. Gue ga tahu sebajingan apa laki2 yang secara bajingan, amat ekstrim menyiksa dia bertahun2. Gue pernah dengan tangan kosong tanpa gentar melawan orang jahat tengah malam. Dan gue ga gentar mencoba membunuh laki2 bajingan yang menyiksa perempuan yg gue sayang. Dengan koneksi sana sini, gue udah tahu alamatnya dan sangat2 ditahan temen2 terbaik gue "udah prad udah".
Versi "geratakan, petakilan, pecicilan, ketawa2, self over proud ketawa sendiri" Lee Ha Ne di serial yang sama, persis banget perempuan yang gue sayangi kalau lagi bucin.
Ada SOS-system di serial ini, dan gue bisa (banget) dengan mudah kalau dia minta tolong beneran. Atau kalau kembali dianiaya: kubunuh beneran laki2 yg aniaya dia.
Gue biarkan dulu perempuan yang gue sayangi tenang. Berminggu2, mungkin bulanan. "Saat kita sayang dengan seseorang, kita tidak akan mudah kecewa pada orang itu---mau selabil semengamuk apa dia, kita mau sabar menunggu."
Gue merasa betul, Allah memang sengaja membuat gue nonton itu di Netflix karena gue sayang sama perempuan Bandung yang krisis identitas ini.
=============
Perempuan ini bisa ekstrem banget berubah animonya. Itu, menurut gue, adalah tipikal luka yang *terlalu terlanjur” mendalam atas penganiayaan. Seorang temen mengistilahkan dengan “Thirst Trap”: kadang kala perempuan mencoba mencari perhatian dengan show off, padahal beberapa waktu setelahnya bisa sangat impulsif dan tiba-tiba ga berkomunikasi apapun.
Gue ga tau seberapa bertahun2 perempuan yang gue sayang ini diperlakukan brengsek sama laki-laki: karena impact nya masih merembet, flipflop sikapnya mengenai gue.
Problem kekerasan fisik yang mungkin dialaminya, lebih rumit lagi, karena dia bukan standar bawah/standar rendah perempuan secara fisik:
Dia (terlalu) pekerja keras. Dia terbiasa pulang proyekan wirausahanya dia jam 1 pagi atau 2 pagi. Tapi jam 5 pagi setelah subuhan (*kalau dia ga halangan) dia sudah jalan ke proyek lain. Dan itu repetitif intens, bukan sekali sekali parsial.
maksud gue:
Dia punya fisik yang pada dasarnya JAUH lebih bagus dibanding perempuan biasa, lebih energik anggaplah, lebih mature. Ga manja. Tapi repetitif flipflopnya mendorong asumsi yang, bagi gue, lebih menyedihkan: dia mungkin di - abuse lebih parah dibanding abuse normal/rata-rata kasus kekerasan laki-laki pada perempuan. bahkan saat abuse itu JELAS-JELAS GA NORMAL. Gue terus menerus beroda terpekur ingin dia sembuh—-karena gue ga tau seberapa dalam luka yang dialaminya, dan seberkarat apa luka-nya. Fisik, batin, psikis, pikiran, hati, intuisinya terluka, gue gatau.
Gue sayang sama perempuan ini, dan berusaha memberi ruang seluas mungkin untuk dia berpikir: gue pernah menghadapi wanita yang abuse-victim di masa lalu, gue mengalah amat-amat luas karena dia pernah jadi korban, dan wanita tersebut had a sex intercourse 4 - 1 di hotel bintang lima saat cincin tunangan kami melingkar. Gue ga mau mengulangi luka yang sama di hati gue. Dan ga mau melakukan kesabaran yang kurang sabar. Dulu gue ultra sabar dengan wanita yang berhubungan sex 4-1 di kamar hotel karena ga puas kami tunangan. Gue harus ultra-ultra-ultra-ultra-ultra sabar untuk perempuan yang baru ini.
Tanda dirinya amat-amat menjadi korban abusive laki-laki, justru lebih tergambar dari akun impostornya. Bahkan disaat akun aslinya secara jujur, berulang, dia sendiri yang mengungkapkan kekerasan yang dirinya alami. entahlah.
How many emotions do we have to repress in order to win against bastard people who hurt my beloved, tho? When you truly like someone, it's never complicated. I won’t leave because I’m told to, or let people, or let bastards take things from me. Whose daughter you are, whom you resemble, who likes you, none of matter. I’m going to go for what I want and do what I want to do. I won’t let anyone take from me again. When we love someone, we don’t get disappointed in them that readily (Saat kita mencintai seseorang kita tidak akan mudah kecewa pada orang itu). I dreamed, Together we're learning what REAL love is. She doesn't judge me and I don't judge her. Breaking the cycle of abuse.
Link-list of psychiatrist and another specialized doctor in Indonesia — already rechecked repeatedly so this list is really trusted, click here.
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1Lmx4POoJeuWBchip_y-FO76oPJDD18bNy0vQ7xpN0KA/edit#gid=0
God, Allah, if you are to bless me with someone, bless me with someone who thinks of YOU often, someone who I can learn from and someone who I can grow in faith with. Allah, bless me with someone who knows WHO YOU ARE, so that wheneveam in her presence, I feel YOU in her heart,
Gue harus ultra ultra ultra sabar, karena ultra sabar ga cukup, dulu. Bahkan saat ultra sabar ternyata cuma almost, & … almost is never enough. Kamu ga boleh ngulangin cuma ultra, Prada. Perempuan yang kamu sayang sekarang korban yang “jauh lebih dalam lukanya”, ga perlu buru-buru obrol apapun kalau orangnya masih flipflop. Kasih ruang ultra lebar, Prada,.
(*mencoba fitur otomatis dimana akan terposting berulang di media sosial)