Kado Terbaik (sementara): Kak Bijak Leo dan Pradana
Cuma dari semenit, kurang mungkin, saya dan “seorang selebtweet, centang biru pun” yang amat terkenal ngobrol di DM, dirinya mengunggah screenshot yang sudah disensor, tanpa mention saya, untuk melindungi saya. Postingan tersebut kira-kira hari ini sudah lewat 5x24 jam, dan impresi puluhan ribu.
Tapi jauh sebelum dm tersebut, saya sampai terpaksa me-WA tengah malam manajernya, untuk merespon dan menjawab suatu kuesioner online, karena tidak yakin DM dari saya dibaca. Tapi memang saya tremor dan masih terus latihan sehingga saya terus-menerus mengurangi jam tidur untuk berlatih jemari.
Sebut saja selebtwit ini “kak bijak”. Saya sudah tahu dia bahkan sejak akun twitter pertama saya (yang dibikin sejak kuliah), bukan via akun terpaksa bikin yang sekarang saya pakai. Saya masih ingat betul utas-posting twit dirinya bercerita “hal-hal ga habis pikir” kelakuan Tycoon di Indonesia, karena dia memang salah satu asisten personal atas (salah satu) Tycoon di NKRI.
Saya suka baca-baca advice dan atau monolog-twit nya “kak bijak” tentang hal-hal (bijak) melupakan, memaafkan, dendam, amarah, dll. Salah satu utas lain adalah bahwa dirinya pernah tidak akur dengan ibunya dan keluarga lainnya. Saya masih dan akan terus mengalami hal yang mengganggu: luka batin sejak kecil yang mungkin mustahil sembuh, bahwa setiap siapapun mulai memarahi atau “blame up to me”, saya terus akan meninggi suaranya. Karena saya ga nyaman untuk (bolak-balik) get’ blame.
Dirinya (si selebtwit), “kak bijak” ini, sama seperti ratusan teman saya di twitter: diganggu orang2 jahat yang meng-impersonasi saya. Saya kaget betul “kak bijak” langsung ngebela saya dengan (tanpa mention) mengunggah dan ngamuk ke twitter untuk bilang “please stop”.
Hewan-hewan pengganggu ini ga akan bisa berhenti, kak bijak.
Kado yang langka di ulangtahun saya: dibelain selebtweet. Oh ya, sama seperti saya, kak bijak juga amat bangga dengan Leo, meski saya ga ngerti zodiak-zodiakan. Sumpah, saya detik ini, ga akan tahu April itu zodiak apa dan apa. Saya hanya hapal Agustus (Leo) dan Desember akhir pasti Capricorn.
Tapi kado lain datang tak terduga dari Port Moresby, meski orangnya sudah di NKRI.
Sembari tetap terapi menangani tangan yang tremor, dan mengulas Australia, saya kaget melihat perang suku di Papua Nugini. Saya berusaha memahami bahwa keganasan OPM tidak ada apa-apanya dibanding keganasan di sisi Papua Nugini, dan tidak sama sekali menunjukkan ketimpangan kapita rata-rata NKRI harga PayPal dan Papua Nugini.
Saya tentu saja khawatir dengan teman saya yang menjadi anggota staf KBRI di Port Moresby.
Pertengahan Juli, segera setelah melihat berita Perang Suku, saya kangsung mencoba menelepon Dea, teman saya ini. Tapi saya bingung: percakapan wasap saya hilang. Ternyata Wasap Dea sudah berganti dan nomor yang biasa saya chat wasap, sudah tak aktif lagi.
Beberapa hari lalu, pada HP lawas saya, ternyata muncul notifikasi: Dea mem-Wa pakai nomor lain. Senang banget dong saya, bahwa ternyata Dea baik-baik saja. Apalagi justru Dea sendiri yang bertanya: Prada dimana.
Saya dan Dea berjanji dulu banget bahwa sebisa mungkin ketemu kalau Dea di Indonesia. Saya tinggal menunggu saja kapan Dea mulai lowong, karena tentu saja di NKRI, Dea berusaha untuk keliling kerabatnya dulu.
Tapi saya meyakini jauh lebih luas: Dea pasti membaca minimal dua note(s) saya yang memention dirinya. Saya yakin Dea tahu betul masalah saya dengan Wulan, entah siapa yang memberi tahu. Dan maka dirinya aktif untuk berkabar, ke nomor lawas saya. Karena dirinya langsung bertanya ke saya “aku coba ajak ******, Prada”. That’s Dea ngerti, engah gimana caranya, perdebatan saya dengan (hewan-hewannya) Wulan.
Loh tapi kenapa di judul note “pradana”. Sama seperti saya, Dea dan saya punya tiga kata untuk nama, dan kebetulan plek memakai “Pradana” di belakang. Tanpa pakai H, atau Perdana. Plek “Pradana”. Pradana Ketua kelas yang lebih bijak dibanding Ketua kelas Prada yang satunya lagi.