The most upset (amid the happiness), awkwardly: I failed to “bezuk” (check latest situation) Mas Gilang when hammered - diagnosed coronavirus in months critical (or at least, Mba Diah saying 1 month) intensive treatment. In the distance from Wisma Atlet - BSD around 103 km, I can send birthday gifts to cheer up when Wulan everywhere gets blocked by military + police (2020), why I can't push myself to check Mba Diah - Mas Gilang in the hospital.
Mba Diah lost her mom because of coronavirus. If my mom suffers a lot (especially because an IR UGM animal) can “barter” (exchange) something, I ask Allah SWT (God), my Mom will have a longer age than me.
Last time (physically) I met Mba Diah Mas Gilang is the moment ”kumpul-kumpul”, gathering, at the Mall, only 24 hours before Indonesia government (Jokowi announce) Covid “has been landed” in Indonesia and every mall, public spaces has been closed immediately.
I’m in tears on the train after “a complete Seder”, but on moslem.
Mba Diah was asked how long I oftenly changed my job. I just said shortly “Mba I push myself in dangerous areas like parliament, too young.” After “lecet”, “blister” in the wake of massive demonstration/protest, I pushed for mapping regulation in Parliament. How sucks, black, tricky situations (our nation) regulation fabricated (not created). I was steno(typing, very fast)-journo. I was (nearly) killed because of my investigation/reporting/some I (with very high conscious) typing about some scandal - corruption. I decided to empathize, think and pray for Evan. A journo, Jewish-America (with Russian ancestry), wrongfully imprisoned by the Russian government (currently day 16). He got jailed because of reporting.
A lot of footage about the “Seder Ceremony” (Jew tradition) was given to Evan by his colleagues. Empty seat, empty table, candle, food, plate, and photo of Evan. Day 3 Evan jailed is Seder for Jewish. Not related to Evan, a jewish girl I loved, posted a delicious meal preps, full hummus, alone, by herself, to celebrate Seder.
In particular moment, I dont think because I’m too thin, (but) maybe just because Mba Diah eyewitnesses that (Prada) runs at least 1 km in 3 minutes with 40 kilogram of bag (not counted another bag), so Mba Diah set up a lot meals to us (with her husband Mas Gilang), to “buka puasa”, break the fasting.
In minutes, I am speechless. I just get hospitality too completely. And with the setup of dinner, plate, glass, jar, bowl, (even tart) just like when I saw stories of her (jewish girl). I insisted to make sure I’m not in tears in Mba Diah home. Until at the train.
Tears isn’t how Mba Diah-Mas Gilang is too nice just for me. But something is “bizarre” ability. And a lot things.
Bizarre? Mba Diah have a 2 childrens (1 son, 1 daughter), have ability “memorizing quran” (hafalan quran). His son reaches 3 juz (*around 45 pages of Quran). Her daughter (because younger) reaches (memorizing) 1 juz.
If Allah SWT (God) really gave me a Jew girl to be Mrs Prada, I can't imagine having children who have the ability to “memorizing quran.” “My weapon” just (have memorizing) Al - Mudassir verse 1-7 (*I have learned this verse since elementary school). Although this Quran verse is very rarely used in ceremonies in Islam or ritual or prayer/Salat, my ability is lookalike David vs Goliath if compared with Mba Diah’s son and even her daughter.
Or even more simply: If Mrs Prada is jewish girl, I still can't believe have a child, Prada junior.
But amid battle vs animal (which is treated and tamed by Wulan), I try to absorb happiness completely in Mba Diah-Mas Gilang home. Just around 9 km ….. from Wulan.
In hours, Mba Diah just laughed at me. She pray to Allah SWT for me. Mba Diah knows I’m too late for marriage. She dont let me down. “In Ramadan, miracle can happen, Prada” Geez, hopefully I’m no longer suffering everything.
============
Satu hal printilan, kecil, yang amat mengganggu, ditengah suasana amat menyenangkan yang diciptakan Mba Diah-Mas Gilang saat menjamu saya, adalah fakta bahwa saya ga sempat menjenguk Mas Gilang saat kritis Covid padahal saya tahu beritanya. Padahal, untuk orang lain: dalam jarak sekitar 103 km Wisma Atlet-rumah, saya sanggup memastikan bahwa kado saya sampai ke Wulan pada 2020, saat puncak covid (bersamaan Ultah Wulan 2020) dan kegamangan “belum ada obat/vaksin” mendera pada April 2020. Saat blokade bahkan dilakukan bukan cuma polisi tapi militer, agar warga tidak ngeyel berkerumun. Tapi saya ga mau memaksa diri menjenguk Mas Gilang saat itu.
Mba Diah ga kehilangan Mas Gilang. Tapi kehilangan ibunya karena covid. Saya betul2 berharap pada Allah SWT, agar Ibu saya berumur ratusan, sebagai “ganti” ata penganiayaan sistemik, setidaknya “hit intentionally”, tabrakan disengaja, di jalanan, oleh / ide hewan2 HI UGM.
Saya dan Mba Diah-Mas Gilang (serta yang lain) pernah kumpul-kumpul, terakhir kali ketemu, hanya 24 jam sebelum Jokowi umumkan covid di Indonesia dan semua tempat publik dan kantor tutup total.
Saya ga tahan menangis bahwa saya menjumpai, di depan mata, dirayakan seolah dengan / menjalani kegiatan semewah Seder bagi yahudi. Meski saya (juga Mba Diah-Mas Gilang muslim).
Mba Diah bertanya pada saya “seberapa sering saya ganti kerjaan”. Saya bilang “Mba, saya suka dan sadar menjalani resiko kerjaan macem-macem, seperti saat pertama kali intern.” Saya menjalani betul intern malah melebihi yang bukan intern. Hingga saya tidak sadar bahwa kapasitas-kemampuan saya menjadi amat berbahaya bagi saya sendiri. Sadar sesegera mungkin saya mengetahui rahasia “terlarang”, hal gelap banget” yang saya sulit banget menjelaskannya, bahkan sekalipun sorotan pada DPR amat telanjang di TV. Maka saya berempati pada Evan Gershkovich. Wartawan, keturunan Yahudi-Amerika (tapi punya keturunan Rusia pula). Evan dipenjara secara semena oleh pemerintah Rusia, dimana Rusia secara sepihak menyatakan pemberitaan yang ditulisnya membahayakan dan diklasifikasi sebagai spinonase, padahal pemberitaan (bukan menyadap). Maka saya berempati pada Evan.
Berbagai foto diunggah kolega Evan terkait perayaan Seder. Meja makan, tatanan piring dan gelas, juga lilin, tapi kursi dan mejanya tidak diisi orang, hanya foto Evan. Tidak terkait Evan, suatu waktu yang sama, saya melihat perempuan yang saya cintai, sendirian, hasil masakannya sendiri, dengan berintikan Hummus (suatu cita rasa makanan yang sangat Yahudi banget), merayakan Seder juga.
Saya termenung, dan berusaha meyakini, Mba Diah menyiapkan amat banyak makanan untuk saya (sebetulnya dimakan barengan juga dengan Mas Gilang) bukan karena saya kurus. Tapi Mba Diah melihat juniornya, dengan tas 40 kilogram, dan belum tas lain, sanggup menempuh kurang lebih 1 kilometer hanya dalam 3 menit. Kami bertemu di suatu masjid amat besar, lalu Mba Diah mengajak saya ke rumahnya.
Untuk beberapa saat, saya termenung. Melihat amat lengkapnya tatanan piring, gelas, dll. Ini sempat saya lihat: seperti Seder yang dijalani perempuan Yahudi yang saya cintai. Saya menahan betul untuk tidak menangis di dalam rumah Mba Diah-Mas Gilang. Tapi sepulang, saya menangis.
Bukan cuma karena begitu baik Mas Gilang-Mba Diah. Tapi (setidaknya) hal lain. Dan hal lainnya yang berseliweran.
Kedua anak Mba Diah hapal quran, minimal beberapa juz. Anak Mba Diah ada dua, sulungnya laki-laki, bungsunya perempuan. Yang laki sudah hapal 3 juz. Yang perempuan sudah hapal 1 juz.
Saya kebetulan, entah gimana pengajaran di SD saya, saya bisa hapal sejak amat kecil Al Mudassir, setidaknya ayat 1-7. Ayat ini meski simpel, sebetulnya amat jarang dipakai utamanya dalam salat bagi begitu banyak orang/muslim. Tapi saya hapal sejak amat kecil. Tapi tentu saja hapal 7 ayat ga sebanding hapalan dua anaknya Mba Diah.
Saya kepikiran betul. Kalau Allah SWT bener-bener ngasih saya Mrs Prada (itu adalah) Yahudi, saya akan sulit betul, tidak bisa berharap kejauhan punya anak-anak yang punya otak hapalan Quran sebagus anak-anak Mba Diah-Mas Gilang.
Bahkan mungkin jauh lebih simpel. Jika Allah SWT berkehendak bahwa Mrs Prada adalah seorang Yahudi, saya ga yakin punya anak.
Tapi entahlah. Berjam-jam Mba Diah selalu tersenyum, dan mendoakan saya (yang paling telat menikah, dalam hal kelompok jenis apapun, entah BEM KM UGM atau pun HI) agar saya mendapat kebahagiaan seperti dirinya dan mas gilang sekeluarga.
Tapi saya benar-benar gatau. Cuma Allah SWT yang tahu. Kata Mba Diah, mudah-mudahan dikabulkan apapun doa dari siapapun. Saya lebih ingin ga menderita apa-apa, itu aja. Ga harus terkait perempuan Yahudi yang saya cintai.
Ditengah kejahatan sistemik banyak banget hewan peliharaan Wulan, saya menikmati betul kebahagiaan dan layanan Mas Gilang-Mba Diah, yang hanya 9 km dari …..Wulan.