Wrong Campaign Blackpink
They will not have the luxury of choice that the rich have. Always be kind because you never know how much the person beside you is suffering.
Saya menulis ini justru bukan sama sekali karena Gerindra atau Partai Solidaritas Indonesia “rebutan” bagi-bagi tiket konser Blackpink. Saya hanya memberi info pada pihak tertentu saja tentang (dibalik) rebutan PSI dan Gerindra ini, orang-orang elit dibalik dua partai ini dan kenapa harus repot-repot bagi tiket Blekpink / Blackpink.
Saya justru menulis ini karena membaca berita pilu banget: seorang perempuan, UI, tinggal beberapa jam / hari lagi mau wisuda (mungkin sudah wafat beberapa hari lalu, setahu saya melihat stories IG, ada yang wisuda UI kemarin rabu), bunuh diri di suatu apartemen, meloncat dari lantai 18. Karena banyak sekali apartemen di Kebayoran (di berita tidak disebut nama apartmen), tapi karena angka lantainya mencapai 18, artinya bisa terseleksi menjadi beberapa nama, dan salah satu (apartmen) hanya selemparan batu dari bangunan kantor pertamina terbesar ketiga di Jakarta setelah gedung lama (seberang Istiqlal, yang menaranya masih amat kuno) dan seberang stasiun Gambir (gedung baru—sebetulnya saya kapan-kapan ingin menulis lebih khusus kenapa Pertamina ga jadi bikin menara yang katanya 600 meter lebih dan akhirnya stuck dengan gedung baru biasa saja di seberang Gambir).
Ciwi-ciwi / Cewe-cewe yang habis wisudaan (apapun kampusnya) sangat mungkin push habis kegembiraannya (jika ngefans Blekpink) dengan beli tiket konser —- dengan segala huru-hara tipu-tipu yang salah satu kasus mencapai 174 juta. Beberapa anak OKB terlihat lebih memilih acara lain dibanding ke GBK. Tapi tentu saja ada yang dua hari datang berturut-turut ke konser Blekpink.
Hal (privilege) itu dibiarkan hilang terlewat begitu saja, dan seseorang perempuan bunuh diri. Padahal cukup mampu membeli kebahagiaan apapun. Al Fatihah, mbak.
Karena saya nyenggol Pertamina di paragraf lebih atas, pasca Depo Plumpang meledak, viral seorang ibu marah-marah karena tidak ada / tidak ikut mendapat nasi kotak. Sedemikian kemiskinan di ibukota bisa jadi lebih pilu - menyakitkan dibanding kemiskinan di desa. Sama miskinnya bahwa orang-per-orang, kebanyakan lelaki tentu saja, hidup hanya dengan kopi dan rokok, memaksa tidak makan nasi untuk berhemat (meski ya kopi dan rokok kan beli, artinya keluar duit).
Saya ingin banget menulis antitesis bahwa memang benar ada islamofobia di Indonesia, bahwa ada kemiskinan secara terstruktur bagi warga Islam / Muslim, tapi kita tutup mata: orang-orang yang hanya rokok dan minum kopi, dan tidak bisa leluasa Jumatan bahkan karena tidak bisa shift dengan yang nonmuslim (entah saat tiap Jumat atau bahkan saat Idul Adha dan Idul Fitri — tapi entar aja, super sensitif soalnya karena menyangkut perkelahian rasial yang ga selesai di NKRI).
Saat ibu-ibu menangis hanya karena ga dapat (1, SATU) nasi kotak, saya bingung “ya kan gampang, parpol2 bisa berlomba-lomba di Depo, carmuk/cari muka dengan bagi-bagi bantuan sosial seperti biasa, apalagi pilpres makin deket.” Yang terjadi: setidaknya dua partai, amat viral, PSI dan Gerindra, berbagi tiket.
Padahal momen “carmuk” ini secara gestur tidak langsung, didorong sendiri oleh, uniknya, Jokowi (lagi). Saya ga yakin itu (Jokowi) carmuk, tapi koinsiden bahwa dia melakukan dua kegiatan / tindakan, adalah berusaha memberi sinyal kepada masyarakat bahwa (masih banyak) pejabat yang hidup sederhana, sekalipun puluhan ribu penjahat amat kaya secara haram dan memenuhi Safe Deposit Box di NKRI saking sulitnya warga biasa pingin punya SDB mungkin. 37 Miliar di satu deposit box punya satu orang. Itu ga hitung SDB orang lain.
Jokowi kedapatan, di tengah rute kunjungan, tiba-tiba minta berhenti di suatu sawah. Tanpa ingin gugel beritanya, saya hanya mendapati bahwa media bahkan tidak membuat berita langsung, tapi hanya semacam “menulis ulang press release” karena tidak ada media yang sempat memfoto kecuali Biro Istana. Jokowi di tengah sawah kemudian bertanya pada Ibu Bapak Petani, harga gabah berapa. Dan Jokowi merespon “wah sudah cukup tinggi, bagus untuk pendapatan bapak ibu.” Hanya berselang kemudian hari, Jokowi menetapkan angka resmi pembelian harga gabah, dan meminta setiap stakeholder (bukan cuma BULOG) menyerap sepenuhnya sampai habis/tidak tersisa.
Saya yakin ini tidak settingan, seperti dulu dinyinyir ke Jokowi saat inspeksi got. Tapi momen Jokowi tiba-tiba menjumpai (hanya 7-8 petani) di tengah sawah, benar-enar antitesis tentang muaknya warga atas kekayaan pejabat. Belum lagi ada potongan video warga Jakarta melempari mobil-mobil mewah di tengah malam. Saya punya IG khusus (burner account) yang harus memantau orang2 tertentu karena saya harus bersiaga (*karna ibu, dan saya diincar pembunuh, dan beberapa orang dibayar sistematis untuk mengunggah ratusan akun palsu atas nama saya bahkan LinkedIn pun), dan IG khusus itu (karena harus follow banyak orang di 2019 sebagai riset pilpres), sekarang penuh bapak ibu dan anak-anaknya yang pamer harta di Indonesia dan di luar negeri.
Kejadian kedua, saat di Blora, Jokowi “mentraktir” warga setempat suatu desa untuk makan siang bersama. Literal kepala desa mengundang warganya untuk datang karena yang meminta datang adalah Jokowi.
Dua contoh “tindakan turun ke bawah” yang justru tidak dilakukan PSI dan Gerindra: bagi-agi tiket supermahal blekpink. Dimana mostly yang bisa beli sebetulnya anak-anak orang kaya, dan mungkin berbagai giveaway tiket di push habis “nawaitu” nya oleh banyak orang karena sedemikian mahal tiket sehingga orang2 rebutan giveaway. Dua partai yang jagoannya, dikabarkan jadi capres-cawapres alternatif (*Secara threshold apapun pola kerjasama partai pengusung, sangat mungkin Prabowo - Ganjar dipasangkan, bakan tanpa PDIP sekalipun). Bahkan pegawai BUMN yang BUMN nya bolakbalik mendapat PMN (penyertaan modal negara), 6 tahun lebih muda dari adik saya, bisa dengan enteng beli tiket berturut2 konser Blekpink.
Entahlah. Saya merasa kampanye yang salah. Bukan sama sekali “apakah etis disaat rumah warga dan asad hangus, justru warga hahahihi Blekpink.” Tapi justru karena Jokowi sendiri mencontohkan turun ke sawah, 96 jam sebelum PSI dan Gerindra memulai kampanye giveaway tiket, tapi justru parpol sendiri tidak tergerak “turun ke bawah” seperti Jokowi.
Saya ga mau nyenggol warga Persija yang ngamuk Persija gabisa pakai GBK sementara Blekpink bisa. Saya ga benci Blekpink lo. Saya malah suka Blekpink jadi ambassador adidas (saya ngefans banget adidas — sangat-sangat adidas), meski saya ga suka EMYU diendorse di suatu video klip.
Untungnya acara di area segede./seluas GBK. Saya benar-benar khawatir Itaewon terjadi lagi, karena saya paham segila apa fanatisme tentang Blekpink.
Anda mungkin membaca berita 5 bulan lalu, bukan Blekpink, kpop juga, di SICC Sentul Cisauk, chaos, hanya beberapa hari setelah tragedi terinjak-injak di Itaewon. Bahkan fans kpopers tersebut dengan enteng memaki KAPOLRES (/ KAPOLSEK?) padahal si Kapolres ingatkan baik-baik situasi makin berdesakan.