Are Indonesian Cop Aware That Too Much Lick the Boot for 'TNI Commander' Candidate Only Ended Up Hierarchy Back to 'ORBA / NEW ORDER' Era
Amman Jordan 9.22am
Selama di Yogya, meski gedung PDIP sudah direnov dan kini jadi amat megah - amat besar di dekat SAMSAT kota —- sekitar 150 meter [tapi di seberang kantor PDIP tidak ada lagi resto legendaris PESTA PERAK], saya sulit menemukan baliho Ganjar - Mahfud, bahkan disaat jelas-jelas keduanya lulusan kampus Yogya. Ganjar Pranowo lulusan FH UGM, sepertinya seangkatan dengan Eddy Hiariej, tersangka [oleh KPK] kasus tambang. Mahfud lulusan FH UII dan kemudian Pasca Sarjana Hukum di UGM pada tahun 1993, dan kemudian juga berhasil mendapatkan gelar doktor Hukum di UGM.
Entah mungkin keduanya SANGAT NU sehingga di tanah yang MUHAMMADIYAH BANGET [Yogyakarta tempat didirikan MUHAMMADIYAH], saya kurang tahu. Tapi di beberapa kampung, juga banyak dipasang spanduk ‘area bebas spanduk kampanye.’
MR DRADJAD. Coincidentally Father of my friend in IR UGM
YANG JAUH LEBIH MENONJOL dibanding spanduk kampanye apapun, menurut saya, adalah amat signifikannya papan penanda [papan resmi, bukan papan tulisan abal-abal] ‘ini tanah sultan’ lengkap dengan nomor dan logo kraton, atau papan penanda ‘ini tanah pemkot.’
Ya betul, 4 tahun terakhir, seiring korupsi Walikota Yogyakarta [duh coba Mas Hanafi Rais yang jadi Walkot, bukan si koruptor] dan melebar dengan amat luasnya penyalahgunaan tanah, yang khusus di internal kalangan kraton disebut SULTANATGROOND, maka saya paham papan-papan penanda ini jadi lumrah.
Beberapa kantor polisi di Yogya tampak direnov, bahkan saya masih bisa melihat cat [masih amat baru], dan belum lagi peralatan serta dekorasi yang dirasa masih baru dipasang, untuk mempermudah layanan warga.
Saya masih berpikir memaksakan diri pulang, bukan ‘pindah TPS coblosan.’ Tapi apakah satu suara seperti ini cukup, jika polisi secara sistematik ‘mengarahkan warga.’
Selalu banyak sekali orang, warga biasa, bukan analis politik, berkata, Jokowi 2014 - 2024 adalah ‘era emas’ untuk kepolisian. Bahkan bukan hanya TNI yang [berbagai personil, secara anonim] mengakui ‘saudaranya’ [polisi] menikmati advantage dan privilege amat melimpah di era Jokowi, tapi bahkan polisi - polisi itu sendiri [secara anonim] juga mengakui.
Bahkan disaat ‘orang terkuat kedua’ di NKRI adalah seorang eks militer: Luhut Binsar Pandjaitan, yang, karena terlalu banyak bekerja dan terlalu banyak mengemban posisi, dirinya mengalami penyakit ultra serius —- mungkin seumur-umur pun baru saya lihat seorang ‘superpower minister’ sampai harus dirawat 6 pekan dan masih berlanjut di Singapore.
‘Jokowi’ Joko Widodo mengunjungi ‘kampung asal’ Luhut
Rambut Luhut memutih pun [cepat sembuh Sir], penanda amat seriusnya penyakit yang dialami. Bayangkan jika lebih banyak orang kompeten sekitar Jokowi, mungkin Luhut tidak terforsir separah ini. Tapi balik lagi, saat orang kedua paling berkuasa ‘de facto’ adalah Luhut, tapi polisi menjalani era emas seumur hidup pertama kali justru juga di era Jokowi, adalah agak mengkhawatirkan gejala terbaru.
third cousins Luhut Binsar Pandjaitan
Karena kebetulan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, berpasangan dengan seorang eks militer pula, Prabowo Subianto Djojohadikusumo, mantan mantu RAJA ORDE BARU, 32 tahun berkuasa Soeharto, saya selalu khawatir apakah polisi benar-benar sadar ‘diperalat tidaknya’ mereka menuju 2024.
Wafatnya Kissinger, yang pernah ‘enabler’ kebrutalan soeharto, dari pembantaian ‘McCarthyism style’, pembantaian jutaan warga dicap serampangan PKI, hingga penguasaan Timor Timur, bikin saya lebih mengeraskan alarm, khawatir polisi hanya akan mengalami ‘masa suram seperti ORBA’ jika terlalu jauh membantu Prabowo.