Superpower - Powerful Mom and [Signal] Semi Dictator Indonesia: Iriana, Gibran Rakabuming, Panda Nababan, and Semi Dictator amid Indonesia Election
the bitter story, from friend to be foe in Indonesia election
Superpower - Powerful Mom: Iriana, Gibran Rakabuming, and Panda Nababan, and Semi Dictator amid Indonesia Election
Saya yakin Panda Nababan adalah [termasuk] orang paling murka atas sikap [plin-plan] Jokowi dalam hal pencawapresan Gibran Rakabuming Raka, anak sulungnya. Panda pernah amat-amat membela Jokowi. Anak Panda, Putra Nababan, kini juga jadi petinggi PDIP. Bersama almarhum Sabam Sirait, Panda adalah peletak fondasi super kukuh Batak di tengah PDI - sejak 1999 bernama PDIP. Seperti Panda, anak [almarhum] Sabam juga jadi petinggi PDIP, Maruarar Sirait.
Terlepas sudah terbit majalah Tempo terbaru tentang [mungkin] pengaruh Iriana jauh lebih besar dalam hal pencawapresan Gibran dibanding Jokowi, saya menulis betapa gamangnya kini Panda Nababan.
Saya sendiri pernah menulis, bahwa, mungkin, sikap ‘seenaknya’ Megawati terhadap Jokowi [mengucap di saat pidato bahwa Jokowi cuma ‘petugas partai’, dan atau merendahkan lainnya], mungkin, Jokowi tidak marah tapi yang marah justru Iriana, sehingga pelan-pelan Jokowi terpaksa —atau dipaksa— menjadi lebih keras dan atau lebih tidak mau diatur PDIP.
Thwarted by Megawati about idea by Jokowi about [Jokowi still] to be President 2024 - 2029]
Menurut peneliti / Indonesianis terkemuka William Liddle, posisi Jokowi yang bukan ketua partai memang mempersulit atau membuat Jokowi gamang, dan ‘Pak’ Liddle berkata jika Ganjar - Mahfud menang pilpres, kegamangan Jokowi akan dialami Ganjar dalam hal Megawati.
see the latest answer by Liddle
Panda sangat membela Jokowi dalam / terkait pembangkangan mantan Gatot Nurmantyo, dulu eks Panglima TNI. Saya masih di DPR amat sering meski bukan staf DPR, saat itu. Sebetulnya giliran ‘matra’ udara menjadi panglima TNI. Tapi entah apa yang diinginkan PDIP sebagai mayoritas di parlemen / DPR saat itu, pokoknya PDIP bersikeras bahwa Panglima TNI harus kembali ‘matra’ darat setelah sebelumnya adalah orang ‘darat’ yaitu Moeldoko [30 Agustus 2013 - 8 Juli 2015]. Gatot Nurmantyo menjadi panglima TNI pada kurun 8 Juli 2015 - 8 Desember 2017.
Kemudian kita [publik Indonesia] tahu bahwa selepas tidak lagi menjabat panglima TNI, Gatot amat dekat dengan Anies Baswedan dan ultra radikal Islam di Indonesia, serta amat kasar mengkritik Jokowi.
Suatu waktu 2018, Panda Nababan membela Jokowi. Amat membela.
Panda bercerita berubah totalnya Gatot Nurmantyo karena [mungkin] kesalahpahaman yang tidak pernah diselesaikan dengan baik antara Gatot dan Jokowi. Panda bercerita, entah pada suatu momen apa [ps: saya bahkan tidak kunjung tahu kegiatan kenegaraan apa], Jokowi harus menghadiri suatu acara penting di pelosok daerah. Panda bercerita, bahwa Jokowi dan Iriana terjebak kemacetan amat parah yang harusnya bisa diantisipasi tim lapangan [utamanya] TNI di daerah, ‘kodim - kodim’ setempat. Bahkan Iriana terpaksa ‘mengojek’ motor paspampres agar bisa ke titik tujuan, saking memalukannya kemacetan ini, cerita Panda.
Jokowi murka tapi tidak pernah disampaikan langsung ke Gatot. Panda bercerita, Jokowi membalas dengan cara saat pernikahan Kahiyang dan Bobby Nasution, Jokowi tidak memberi Gatot akses VVIP seperti pejabat lainnya dan harus antri dengan puluhan ribu tamu — sangat related dengan [terkesan] Jokowi membalas ‘kemacetan parah.’
Gatot malah tersinggung, yang kemudian sampai kini Gatot dengan berbagai akses media yang dia miliki, melakukan kritik keras, dalam beberapa hal cenderung ‘kritik kasar, vulgar’ atas apapun tentang Jokowi.
Panda membela habis-habisan Jokowi.
Panda mungkin kini kecewa dengan berubah totalnya Jokowi yang cenderung semi diktator. Atau, Jokowi dipicu - dipush oleh Iriana. Panda sendiri pada April lalu memaki Gibran dengan ucapan ‘anak ingusan’ saat [sejak April] mulai berhembus wacana mencawapreskan Gibran.
Panda sendiri tidak suka privilege apapun. Mengapa dia tidak suka dengan ‘privilese’ pada Gibran dan diingatkan sejak April lalu, karena Panda sendiri amat keras dengan anaknya Putra Nababan. Panda tahu kalau anaknya [bertahun lalu] sudah sangat elit di RCTI. Kini bahkan Putra Nababan bekerjasama dengan pemilik RCTI dan pendiri Partai Perindo, Hary Tanoesodibjo. Tapi bertahun lalu, ‘high ranking’ RCTI bernama Putra Nababan tidak mendapat bantuan apapun dari ayahnya [Panda] terkait upaya interview eksklusif dengan Megawati di Teuku Umar. Panda ingin mendorong anaknya ‘usaha sendiri.’
Dalam eksklusif interview dengan CNN, Putra membenarkan ayahnya tidak memberi privilege. Putra benar-benar menunggu berhari-hari diluar kediaman Megawati di Teuku Umar. Putra bercerita, hari keempat menunggu, beruntungnya suami Megawati [almarhum] Taufik Kiemas tidak sengaja melihat dirinya di luar kediaman SoekarnopOetri. Taufik bertanya ‘kamu siapa?’ dijawab dengan ‘Putra Nababan, Pak.’
Taufik kaget, ‘Nababan ini maksudnya anak Panda?’ dan Putra bilang ‘Benar Pak.’ Sontak Taufik langsung menelpon di depan Putra, menelpon Panda, dan bilang ‘kamu gimana sih anak kamu dibiarkan berhari-hari menunggu panas-panasan.’
Sejak dibuktikan tidak memakai privilege ayahnya, Putra dipuji keduanya, dipuji Megawati dan [almarhum] Taufik Kiemas, sehingga kini menjadi orang strategis PDIP.
Jika anak sendiri dibiarkan tidak diberi privilese, wajar jika Panda marah [sejak April] jika Gibran mendapat privilese macam-macam. Dan benar kemudian, Gibran benar-benar menjadi cawapres dan bukan cawapres untuk / diajukan PDIP.