Rindu Pak Jonan (karena kekacauan KRL)
Bayangkan anda pekerja dari area Veteran Jakarta atau Harmoni dan memakai KRL untuk pulang. Mau bekasi atau bogor, terserah skenarionya. Saat 5.02 pm - 5.28 pm kereta berhenti di Gambir, pasti berhenti, ga bisa ngapa2in, dan ga ada riuh hal buru2 di Gambir (dari pihak) kereta Argo. Udahlah capek, anda bisa jadi marah-marah ini kenapa ga jalan-jalan.
Cacat terbesar Pak Ignasius Jonan menurut saya bukan sama sekali dia cuma satu term Menteri padahal sukses "mengembalikan Freeport ke pangkuan pertiwi". Tapi kegagalan total membangun sistem: (agar) tanpa dirinya KRL bisa bekerja sama spartannya seperti saat dia masih di / mengurus kereta. Beberapa jam sebelum saya menulis ini, di Instagram, Pak Jonan unggah foto dirinya baru memakai kereta Eurostar.
Cuma dua ruas yang (secara engineering----saya memang bukan Insinyur, tapi dua ortu saya adalah Insinyur, dan nyokap suka bikin komentar atas hal yang dirasa menggangu) yang 99% mustahil dibikin tambahan jalur/tambahan rel: terowongan Cawang dan terowongan Sudirman. Tebak: kalau mau niat secara engineering, area stasiun bandara BNI bisa banget dibikin 3 jalur (bukan dua) tapi karena ga niat bikinnya, ya ga jadi. Rel Layang di Matraman bisa banget dibikin 6 ruas, tapi cuma dibikin dua---super pemalas untuk bikin. Mengingat menara saidah miring, sangat ga mungkin mengutakatik terowongan cawang. Karena sudah terlanjur diatas nya jalanan Sudirman, pun ga bisa terowongan dibawahnya di "kelupas" agar jadi tiga jalur rel misalnya.
Sisanya, semua area KRL masih sangat bisa dibikin 3-4-bahkan 6 jalur rel. Kalau mau niat, pemerintah bisa bilang baik2 ke kedubes Amerika kalau ada pengerjaan penambahan jalur rel jadi 3-4 bahkan 5, tapi pemerintah ga mau dan ga memilih-memakai upaya itu. Terowongan jelang masuk Maja masih bisa diakali secara teknis agar ga cuma 2 jalur tapi 5 jalur bahkan, dan (bahkan) membenahi jalanan diatas nya yang super sempit tapi 24 jam dilalu-lalang truk2 super besar karena cuma itu akses lalu lalangnya. Korupsi (ultra) menjijikkan di Banten dan ketidakniatan pusat untuk berinovasi, menghilangkan potential dibikin lebih banyak rel dan membenahi jalanan diatasnya. Harusnya yang lebih marah atas korupsi di Banten adalah Wapres yang jelas-jelas kelahiran Banten.
Saya gatau alasan dan atau penyebab kesuksesan luar biasa "mengembalikan Freeport" ke pangkuan NKRI harga mati (ternyata) tidak jaminan bahwa Pak Jonan dapat term kedua Menteri. Entah Jokowi yang menolak / memang mencukupkan Pak Jonan cuma 1 term, atau Pak Jonan sudah ditawari tapi menolak dan memilih jadi komisaris Unilever. Ada selalu selentingan bahwa kekerasan hati Pak Jonan dalam isu KCIC (*Pak Jonan merasa KCIC lebih feasible kalau super jauh Jakarta-Surabaya) yang membuat Jokowi tidak mau menjadikan lagi Pak Jonan jadi Menteri lagi apapun posisinya. Menurut seorang senior HIUGM yang benar2 ikut langsung perundingan KCIC (*saya bertemu tidak sengaja di Gramedia), kalau Japan yang dikasih tender KCIC, semua2nya seterusnya akan dimonopoli Japan dan kedepannya pemerintah tidak fleksibel membikin tender. Sehingga KCIC dikasih untuk (dikerjakan under) China.
Yang jelas Pak Jonan, non Muslim tapi punya saudara Muslim, bangga mendapati parcel+kartu khusus dari Jokowi saat puasa tahun ini: menggambarkan tidak ada yang masalah diantara beliau berdua. Saya (saat April lalu) ga melihat siapapun mantan Menteri mengunggah hal serupa. Saya berargumen harusnya Gubernur 021 menerima serupa kayak Pak Jonan. Atau ga dikirimin.
Tapi suratan takdir Pak Jonan mengarah beliau menjadi Komisaris Unilever Indonesia, disaat sayang banget, dulu, dia ga sempat mengurus perluasan akses rel KRL kalau perlu sampai Karawang dan atau mendekati pabrik luar biasa besar Unilever di sekitaran Bekasi (diluar yang Rungkut Jatim).
Alih2 secara ajaib bikin rel yang menghubungkan Citayam - Parung Panjang (/Parayasa----karena ada spanduk besar2 dan galian yang kemudian ga berlanjut, di dekat Parung Panjang, dengan tulisan "akan dibangun stasiun Parayasa). Atau rel baru Ancol yang bisa menghubungkan ke cikarang dan terhubung ke Citayam, dan terhubung lagi ke Parung Panjang/Parayasa. Atau (ini tidak pernah ada layout idenya) bagaimana stasiun Tangerang dan Stasiun Rangkas bisa punya rel sendiri dan orang2 ga harus ke Tanah Abang kalau dari Tangerang mau ke Rangkas padahal sama2 Banten.
Bayangkan jika Pak Jonan sempat membenahi ini sebelum dijadikan Menteri. Semisal kini Pak Jonan jadi komisaris Unilever. Mungkin buruh2 pabrik Unilever jauh lebih segan ke Pak Jonan "oh ini Pak Jonan Komisaris kami yang membikin saya mudah ke Jakarta dari pabrik karena bikin perluasan rel sampai mendekati tempat kerja saya di Unilever Bekasi".
Dulu, saat Menteri BUMN masih Dahlan Iskan, sempat ada sayembara unik. Kayaknya Dahlan Iskan malu banget saat suatu berita bahwa Dubes Belanda (ini bukan cuma berita, tapi Dubes tersebut menulis Op-Ed/Opini, tapi saya ga kunjung menemukan lagi, karena saya baca koran fisiknya saat itu) selalu kena macet dari exit toldakot lalu mau belok ke kiri ke kedubes Belanda (dimana ada Gedung Dikbud Jakarta, juga ada satu-dua perkantoran dan tempat pijat eksklusif di dekat tikungan itu). Lalu Pak Dahlan minta sayembara. Awalnya cuma ide masyarakat ditanya "bagaimana cara mengurai kemacetan toldakot", tapi kemudian meluas menjadi sayembara tuk area tol lain. Banyak ide bermunculan, dan yang pernah saya tahu, semacam "Sayap Tambahan": (saya lupa sayembara tuk tol apa karena saya nulis substack tidak akan ngegoogle) di suatu jalan layang tol ditambahi lagi dua jalur di sisi kiri kanan jalan layang tol tadi.
Seingat saya (*karena saya tidak pernah menyetir mobil) sejak sayembara itu, kemudian menjadi sangat umum (dibikin) pintu gerbang tol menyamping (bukan lurus sesuai arah tol) untuk mengurai kemacetan. Dan entah ide-ide liar lainnya yang masih bisa diakali dibikin secara engineering, yang membantu mengurai kemacetan di Tol—-yang dimana Tol harusnya ga macet (lha wong mbayar).
Ide2 semacam ini tidak hadir dan atau tidak aktif dijajaki KRL; commuterline; PT KAI. atau penjajakan penggusuran ganti untung. Atau apapun. Sehingga kemudian aksesibilitas kereta amat terbatas terlebih di stasiun tipe dua rel.
Ketidakniatan dan atau ketidakkreatif ini secara tidak langsung merugikan imateriil. Bayangkan jika lebih banyak (1) jalur baru dan juga lebih banyak (2) ruas rel agar tidak cuma 2 jalur, juga (3) komitmen membeli lebih banyak KRL. orang2 tidak harus menunggu 42 menitan utamanya di arah ke Rangkas atau dari Rangkas. Benar Saya tahu kalau ada ide membubarkan total Gambir sehingga semua kereta Argo berangkat/tiba dari Senen. Tapi kapan mau dieksekusi.
Langgeng-langgeng Pak Jonan dan Ibu Ratna
Pak Jonan ini kalau di dalam negeri (ga lagi ke LN) terlebih saat covid, kerjaannya cuma bagi2 parsel sembako. Tiap Hari. Dia sendiri yang bagikan. Mulia sekali. Tapi "setengah2nya" warisan beliau, disaat bawahannya di perkeretaan tidak lebih Spartan Dan sekreatif beliau, merugikan imateriil pelan2 manusia2 pengguna KRL. Saya masih bermimpi bahwa KRL bisa 24 jam. Lalu semua area sekitar stasiun misalnya, jalanannya harus super terang di malam hari agar tidak ada / mengurangi kekerasan seksual yang masih sering terjadi di transportasi umum. Apa saya harus jadi Presiden dulu ya? Atau Pak Jonan yang jadi Presiden, baru kemudian membereskan ini semua.
(leadership with example. Menteri Kono Taro, negara Jepang yang sangat aktif membangun jaringan kereta, pakai kereta saat di Eropa)
https://prada.substack.com/p/diskriminasi-oleh-cinta-laura-dan