Mungkin karena nikah (cukup) muda, baik Ratih dan Intan ga bakal mengalami gap kejauhan mengajari anak-anaknya atas dinamika negara berkembang ala-ala +62. Karena anaknya Intan lebih berumur dibanding Ratih, Intan memang lebih duluan nikah. Sangat mungkin (di angkatan saya) keduanya adalah yang nikah pertama kali, berbanding terbalik atas nama yang bakalan menikah duluan (dugaan saya).
Gap kejauhan ini —- maksudnya gini. Saya mulai menyadari anak-anak kelahiran 2000 saat ini artinya sudah memasuki masa kuliahan—sebagian malah mungkin sudah wisuda. ada kemungkinan besar anak-anak kelahiran 2000 ini dengan entengnya bilang “tidak ada kesulitan zaman sebelum aku lahir kali ya”. ga gitu dek. 32 years painful, utang 163 miliar US Dollar, itu yang bayar beranak-pinak, dek.
Balik lagi ke Ratih dan Intan. Keduanya amat ekspresif dengan anak-anaknya. Utamanya Intan, karena anaknya udah gede. Mungkin karena Intan mantan Putri Bali (Mbok-Bli, yang Dimas-Diajeng atau Abnon itu lho), jadinya Intan lebih ngerti ngeposting konten lucu-lucu anaknya, dan gimana dia ngerespon sebagai “mama” yang anaknya udah gede. Tapi Ratih meski ga ikutan Mbok-Bli Bali, ya cantik banget kayak Intan, 11-12 sama temannya Ratih dan Intan.
Yang menyenangkan bahwa Ratih dan Intan mendorong anak-anaknya berbahasa Indonesia dengan lancar. Bukan bahasa daerah, atau bahkan Inggris (bahasa utama anak HI).
Saya masih suka ketawa banget-banget saat anaknya Intan bilang “APA LAGI PERMASALAHAN MAMA” di IG stories-nya Intan. Intan nya juga ketawa-ketawa ngakak soalnya.
Hal ini amat menarik, dan wow…karena……
Jadi gini. Saya kenal dekat sampai 11 (sebelas) pasangan suami istri yang udah punya anak (dengan varian usia beragam), salah satunya sepupu sendiri. 11-11 nya setidaknya punya 1 (satu) anak yang … gabisa bahasa Indonesia. 11-nya (artinya 22 individu) ini tidak ada yang kuliah HI, kuliah yang sangat intens memakai bahasa Inggris. meski setidaknya 7 (tujuh) orang dari 22 ini berkuliah di Bisnis (yang artinya cukup fluent dan intens memakai bahasa Inggris saat perkuliahan). Saya bisa memastikan setidaknya 5 dari 11 pasangan ini memakai nanny Jawa bahkan.
Selalu ada hal-hal bizzare tentang anak-anak kecil, entah viralnya di Twitter atau IG atau FB. misal, jelas-jelas menganut agama kristen, benar-benar dari playgroup pun masuk playgroup berbasis agama, tapi si anak lebih hapal berdoa “Bismillahirrahmanirrahim” ( *tidak cuma ucap Bismillah* ) karena nanny nya berdoa dan menganut Islam. Saya bahkan yakin Nanny nya tidak secara vulgar/transparan/terang-terangan beribadah dalam agama Islam di rumah, tapi si anak bahkan tetap bisa mengeja Bismillahirrahmanirrahim dengan lancar. Mungkin yang sudah punya anak, jauh lebih punya konten-konten video lucu-lucu, unik, ga terduga kelakuan anak kecil dibanding saya yang lajang.
Saya hanya pakai satu kasus ini saja. Bayangkan dengan kemungkinan fluent dari Ibu sendiri dan Nanny, seorang anak ternyata ga fasih bahasa Indonesia sama sekali. saya masih overwhelmed atas fakta ini. Minimal saya tahu 11 pasangan.
Maka saat Ratih dan Intan, serta anak-anaknya yang ucuulllll banget (mamanya juga lucu sejak kuliah) bisa fasih berbahasa Indonesia dengan lancar dan jelas, saya seneng banget liatnya di stories mereka. Bangga berbahasa Indonesia. Saya sebetulnya nyaris bertetanggaan dengan Ratih dan Intan (ya ga deket-deket amat sih secara kilometer) kalau ga harus kepaksa jual rumah di Bali. Khusus Ratih, nyaris tiap tahun, berusaha banget ngirim kado tuk anaknya karena ……. anaknya lahir di tanggal yang sama dengan saya (sangat mungkin jam yang sama… cocuiiiittt).
Cara pengajaran ortu ke anak berbeda-beda. Tapi saya menyadari potensi “anak ga bisa sama sekali bahasa Indonesia, tapi amat fasih Inggris” akan makin meluas. dan tidak peduli (dulu) mama-papanya kuliah apa. dan bahkan tidak peduli si Nanny nya menutur sehari-hari pakai bahasa apa. Lucunya, Malaysia, negara yang amat bangga dengan (fasih) be-Inggris ria (sering banget merendahkan Singlish nya Singapura) dan ber-Melayu ria, saat ini khawatir banget bahwa usia anak-anak sampai remaja di Malaysia (amat meluas) lebih fasih berbahasa Indonesia dibanding bahasa Melayu dan Inggris.
Balik (spesifik lagi) dengan Ratih dan Intan. Andai sehat terus dan malah (kembali) milih HI (meski ga harus UGM—- karena Intan dosen HI Udayana sekarang), artinya kira-kira anaknya Intan mungkin sudah masuk kuliah di 2032 sementara anaknya Ratih di 2035/2036. Gap-nya ga terlalu kejauhan dengan hal-hal HI saat ini atau bahkan beberapa tahun lalu. Sarkozy lah, Merkel lah, Obama lah, Putin lah, Ukraina - Rusia. Tentu rada kejauhan dengan Iraq-Kuwait war yang tanggal-bulannya (bukan tahunnya) ya sama kayak lahirnya anaknya Ratih. Tapi kalau masuk HI ya. Kalau beda jurusan, ya mama-mama lucu ini (Ratih dan Intan) ga harus ngajarin HI.
Duh, kalau sekarang aja makin meluas ga bisa bahasa Indonesia, gimana Om Prada yang belum punya anak nih Tante Ratih dan Tante Intan. Kata temen saya sejak SD yang supermodel (bizzare: jauh lebih tinggi dibanding Intan, padahal Intan jauh lebih tinggi dibanding kebanyakan — saya 174 aja kalah tinggi, thanks gangguan antilactosa sejak bayi) “ga perlu sedih kalau telat banget nikah, semua udah dapat jalannya, ga lebib ga kurang”
Yatapikan….kalau Om Prada bahkan baru nikah (ya kalau beneran nikah) 2035, dan entah punya Prada Jr kapan tahun, gap-nya mendidik anak dengan situasi terkini anak makin jauh dengan situasi Om Prada. Om Prada gimana sama temennya Mama Ratih Mama Intan pas kuliah?
#nangiskejeerrrrr di tol tengah malam
Jegeg-Bagus bukan Mbok-Bli Bali goblog,, nulis panjang ga nyambung,