Gembel Pengecut dan Pembela Pungli Bernama Ecommurz: Bagaimana Saya Terdiam saat Polisi Menyebut Startup (in General) Pungli
“Traveloka itu pungli Mas, saya benci pungli”
Seorang Polisi di cluster saya, rumah biasa saja. Menurut penjelasannya, letting (angkatan, istilah di milier dan polisi) sudah punya rumah gedongan karena (mostly) sudah menjabat Kapolda. Dia biasa-biasa saja.
Saya terkesiap mendengar ucapan tetangga. Saya gabisa membela Nafisah Ratanti Wulandari, eks pekerja T, yang sempat triliunan menguap, bersamaan hilangnya ratusan triliun (or ribuan, kalau secara global) startup lainnya kehilangan valuasi, yang kemudian Wulan kabur/pindah ke tempat kerja lain sebelum guncangannya makin membukit triliunan. Dimana T selalu gagal IPO. Saya ingin banget membela Nafisah, yang meski, teman-temannya membunuh ibu saya (tapi gagal), dan dengan segala memfitnah saya macam-macam, smeared me dengan segala macam di (sekarang artinya) tahun ke-11, saya tetap ingin membela “gak koq pak, Traveloka bukan pungli.”
Tapi saya berusaha mendengar penjelasan dari tetangga saya yang polisi ini tentang “traveloka itu pungli, juga startup lainnya".” Dia hidup lebih dari dua kali usia saya soalnya. Kami mengobrol dari jam 9 malam sampai setengah 2 pagi. Tuk suatu hal, selepas jam setengah 2 pagi, saya berusaha tidak tidur karena harus mencegat “tetangga lain” sebelum pergi ke Gereja (dimana beliau, tetangga yang lain) biasa berangkat jam 5 pagi agar tiba di gereja di Jakarta tidak kesiangan. Tebak: saya kembali ngobrol dengan polisi tersebut jam 7 pagi-nyaris 10 pagi. Saya memang sulit tidur.
(anjing, eh kucing lembek yang gahar sok-sokan sophisticated, tapi bahkan nyali nol, ga ada apa-apanya dengan Elon Musk yang kini membuka blokir atas siapapun yang memakinya. Bahkan saya ga pernah sama sekali memaki anjing, eh kucing ini)
Dia mengkritik langkah imigrasi yang “bayar sejuta, bisa dapat paspor lebih cepat.” “Mas Prada, itu namanya pungli tapi seolah resmi karena dibuatkan aturannya, tapi itu pungli, karena ada tarif berbeda.” Saya teringat langsung tulisan / twit Emerson Yuntho, ex ICW, yang mengkritik habis-habisan keimigrasian karena kebijakan ini. “iya juga ya”
“terus, memangnya ga beda sama Traveloka, sama gojek, sama sejenisnya gitu, sama aja mas, Pungli. Bayar sedikit lebih mahal, pakai hp, pungli,’ lanjut beliau.
Saya teringat lagi ucapan Yos Fitriadi, di jagat sosial media dikenal Ubegebe1 (hari ini gembira karena Liverpool menang 7-0). Uda Yos, atau di medsos dikenal “Buya Ube”, mengkritik berbagai startup yang berupaya membunuh Tengkulak. Kata Buya, manusia perkotaan dan atau startup ga paham “kondisi situasional” di desa yang justru ramah dengan Tengkulak. Dia mencontohkan, KUD (koperasi Unit Desa), kebijakan Orba, jelas-jelas pemerintah dan sistematis, pun kalah dengan tengkulak. Karena bagi warga desa dan menurut Buya Ube, Tengkulak cuma sebutan peyoratif padahal aslinya baik. Tengkulak seperti disebut Buya Ube, “menyediakan uang tunai, menyediakan tumpangan kalau ada hajatan, tumpangan kalau ada laga sepakbola atau voli, atau gudang menaruh hasil panen.” Anda bisa search “ubegebe1 tengkulak” di Twitter. Kritik yang buya Ube sebut, bersamaan dengan runtuhnya berbagai startup (spesifik) bisnis pertanian. Yang sering disebut ecommurz.
Lalu secara keseluruhan startup, saya termenung bahwa (di luar negeri sana) pun olok-olok “Uber tidak punya kendaraan dan kini lebih mahal dibanding taksi konvensional; AirBnb tidak punya hotel dan kini bahkan membayar lebih mahal dibanding bayar langsung ke hotel.” Pasca covid menggila (utamanya 2021), hotel-hotel di Perancis menawarkan langsung ke pelanggan “kalau pakai aplikasi, pasti dikenai biaya tambahan 10%, sebaiknya anda bayar tunai saja”. Perancis ya, bukan Jerman, karena Jerman memang sangat anti credit card, sangat pro uang tunai. Saya meyakini maskapai-maskapai di seluruh dunia saat 2020-2021 lebih suka konsumen bayar langsung daripada pesan pakai aplikasi, sedemikian limbung ekonomi saat itu. Entah berapa ribu twit dari netihen memaki “mana pengembalian uang karena cancel tiket-nya”, dan termasuk saya pun.
Wulan, di saat bulan sedang purnama tengah malam ini (sudah 1 am disini), saya ingin banget membela kamu (beberapa hari lalu) saat Traveloka dimaki polisi, dan bukan sama sekali karena diblok ecommurz. Tapi ternyata memang ada benarnya juga (tentang pungli). Bahkan sekalipun kamu bukan orang Traveloka lagi.
Tetangga saya hidup amat keras disaat angkatannya “terlalu kaya”, dan dia tidak iri. Dia selalu bilang, semacam mengetes, “Mas Prada, saya tiba-tiba berdiri sendirian di suatu perempatan di Jakarta, pasti ada polisi yang nyapa saya, “KOMANDAN”, kalau saya ga disapa dan mas Prada mau taruhan, saya ga disapa sejam aja, saya kasih mas Prada sejuta deh”. Jadi dia sadar betul “duit-duitan” di polri, dan untuk kantirnya, dia menolak betul. Bahkan sekalipun membuat dirinya hidup “amat biasa-biasa saja meski sudah amat senior.”
Tapi itulah pungli. Dibalut dengan kecanggihan teknologi, kata tetangga saya yang polisi ini. Bukan, dia tidak sama sekali benci teknologi. Tapi karena dia puluhan tahun berada di korps yang selalu dicap “penuh pungli”, sementara kantornya tidak pernah, atau, dia menghabisi sehabis mungkin, sekecil apapun pungli. Jadi dia begitu paham, startup itu (baginya) pungli.
Toh pahlawan kesiangan ecommurz juga menikmati pungli. No, dia bukan pemberi kerja. Dia hanya membuat data. Mirip-mirip “jejaring relasi” ala ex warga Twitter yang sudah cabut bertahun sebelumnya, yang menghidupkan “alumnae relation” pasca Elon Musk beli Twitter, agar warga Twitter “yang secara moral tidak cocok dengan Elon, tertolong”. “Mini LinkedIn”, tapi pongahnya minta ampun di twitter dan Instagram. Punglinya bukan uang: tapi keviralan di IG dan Twitter, dan streaming podcast milik orang-orang di belakang ecommurz. Saya tidak cukup respek Elon Musk dimana dia memperlakukan biadap orang-orang baik seperti (1) Esther Crawford atau (2) Yoel Roth, terbaru seorang disabel / difabel - IT Engineer bernama Haraldur Porleifsson (terkena Muscular Dystrophy) pun diolok Elon Musk.
Saya lebih-lebih membenci Elon saat dirinya pro Rusia dan atau, pada Oktober lalu, membercandai situasi di Bakhmut dengan Dmitry Medvedev di Twitter. Teman amat dekat saya sejak SMA, kedinginan ekstrim di Eropa gegara perang yang harusnya ga perlu perang. Yang bikin saya sesak, bahwa dia tidak lagi lajang, dan pasangan hidupnya pun berteman baik dengan saya, dan (pun) punya anak. Bayangkan punya anak, terpaksa ikut kedinginan. how the war could have been avoided, and make sure Ukraine wouldn’t have been overrun by the Russians. Anak-anak Pacifist minded kayak saya pasti bergudang-gudang berargumen bahwa perang bisa dicegah dari awal. Atau setidaknya, bisa mandek lebih segera.
Tapi setidaknya, dan terbukti: dia (Elon) membuktikan melepas blokiran atas “anjing-anjing galak” di Twitter yang sering memaki dia. Bahkan termasuk saya suka banget maki Elon. Dan ga diblokir.
Bahkan saya ga pernah memaki ecommurz. Tapi egosentrisnya cuma membuktikan tulisan saya yang lain: Bias warga startup: selalu merasa central, harus benar sendiri. Benar, saya kasihan banget sama warga startup. Tapi saat warga startup memaki warga lain di twitter (yang terlihat betul, muntahan makian ke akun seorang bernama kelixman di twitter), ternyata makin terbukti dengan blokiran gambar diatas. Merasa benar sendiri. Bisnis yang (paling merasa benar sendiri) yang bertahun-tahun disubsidi dan ditolong pemerintah dengan berbagai regulasi, sementara bidang bisnis lainnya ga ada sama sekali disubsidi.
Saya yakin handler account (yang pasti ga cuma satu) ecommurz pernah doxing saya, seperti halnya hewan-hewan (temannya) Wulan yang mendoxing saya dan keluarga saya. Tapi hewan memang kelakuannya ya egois. Lagipula, seperti kekalahan memalukan semalam, hewan-hewan temannya Wulan, mostly fans MU, akan melampiaskan dengan satu hal: makin kenceng memfitnah dan smeared saya. Udah biasa bertahun-tahun.
Bahkan Elon Musk lebih entengan telinga dibanding ecommurz. Tapi bahkan saya ga pernah sedikitpun memaki ecommurz. Memang artinya “(bahasa jawa) gugu sakarepe dewe”, selalu merasa benar sendiri. Persis seperti ribuan mention makian ke akun mas(@)kelixman yang dominan makian warga tech / startup. Dikasih tau baik-baik, kalau ga maki, ngeblokir.
Saya kangen akun yang paling original tentang-bahas startup, lebih kece dan enjoy, namanya ridehaluing. Tapi saya yakin, yang bikin akun ridehaluing, pasti ngefollow akun saya, entah pakai nama akun apa. Bahkan kami sempat (bukan hanya) saling follow, tapi bahas Harden.