Bagaimana Memahami PDB, dan Bagaimana Memahami (Satu) Dollar Amerika
Saya bukan ekonom. Tapi ada yang meminta tolong ke saya, bertanya tentang tolok ukur GDP terhadap menilai daya beli atau kemakmuran secara global. Saya memilih hal yang lebih fondasi/fundamental, bagaimana memahami satu dollar amerika saat ini. Udah kayak cowo panggilan aja lho ini Prada, Ya Allah akhlaqless, menerima job pesanan. Tapi ini bukan advertorial. Saya berusaha mengetik offline di HP, dan melihat2 note di HP saya atas ratusan hyperlink substack saya (PRACK — Prada substack, cie gitu) untuk memahami satu dollar amerika.
Tulisan ini, akan memakai basis bagaimana saya berusaha memahami satu dolar as dari:
satu:
Buku teman amat baik saya, namanya Fahmi, HI UNPAD (saya pernah nginep nyaris tiga minggu di kos nya yang wow), yang nantinya membuat saya sulit lupa dengan WALMART (Amerika) dan ALDI (Jerman) sebagai penentu amat rendahnya inflasi Amerika dan Jerman (plus, negara yang banyak gerai ALDI nya), sampai akhirnya inflasi jebol karena….
dua:
kondisi hiperinflasi, ga hiper sih, pokoknya, pecah rekor, inflasi di berbagai negara gara-gara perang Ukraina - Rusia. Tahun ini untuk pertama kalinya sejak dibentuknya Eurozone (bukan Uni Eropa ya), inflasi rata-rata Uni Eropa tertinggi / rekor. Amerika juga setelah 5 dekade lalu (*akibat embargo minyak oleh Saudi & Co), akhirnya pecah rekor tertinggi tahun ini. jebol.
tiga:
properti rumah dan stadion yang bisa beda-beda harganya di berbagai benua, padahal ukurannya sama.
empat:
apa yang saya pahami tentang WON (mata uang Korea Selatan) justru gara-gara kdrama yang beberapa hari terakhir ini, bikin kepikiran karena sepanjang semua episode bercerita kesulitan hidup di Korsel.
lima:
tentang saya batal nikah bertahun-tahun lampau, dan ini membuat saya gamang banget bukan sama sekali cincinnya mahal—tapi (trauma) rasa dilukai perempuan (berulang-ulang). koq bisa bahas satu dollar ujung-ujungnya cincin? baca aja. #gombalHI
—-------
satu
Di buku Fahmi, sebetulnya terkait 100 merk legendaris global. Beberapa merk sudah saya tahu sejak lebih awal gara-gara baca Intisari tapi isa jadi warga awam NKRI ga ngerti merk ini apa. Saya contoh: Debby Field, ga semua orang tahu ini merk barang apa dan pasti harus google.
Dua yang saya sulit lupa adalah tentang Walmart di negara Amerika yang populasinya 330 juta. Dan ALDI yang awalnya dari Jerman dengan populasi 83 juta. Jauh sebelum baca bukunya Fahmi, Walmart ternyata pernah bikin cabang di Indonesia. Tapi kemudian tutup atau dialihkan / dibeli brand lain dan entah kini aset eks Walmart Indonesia jadi toserba (toko serba ada) apa. Semua keturunan pendiri Walmart rutin jadi orang terkaya dunia urutan 50 besar dunia, begitu raksasanya Walmart dan belum benar-benar bisa dikalahkan absolut oleh retail online bernama AMAZON.
Saya ingat betul artikel Intisari 1997 (lupa bulan edisinya), kayak gini: sebegitu hemat, murah dan “kalkulatis” nya Walmart, sampai dibawa di Indonesia. Lucunya, belum tentu anda membeli lebih banyak berarti lebih murah per satuannya. Walmart menjual aqua gelas satu pcs sebesar 150 rupiah. Tapi justru kalau anda beli 3, harganya jadi 500. Anda dipaksa seperti di Amerika: belanjalah sesuai atau sedetil mungkin jumlah yang memang diperlukan untuk bulanan, bukan beli secara stok terlalu banyak.
Yang saya baca di buku Fahmi, semakin menegaskan amat raksasanya Walmart. Konon, Amerika bahkan bisa mengalami deflasi karena sedemikian efisien rantai distribusi Walmart dengan jaringannya di amerika, harganya bisa sama semua di 50 negara bagian. Dan membuat harga barang dari sejak 1980an sampai setidaknya 2007 (sebelum krisis Lehman Brother) harga barang di Amerika nyaris ga pernah berubah. Walmart juga dikenal bangunannya super luas per gerai. Kalau anda di Jakarta suka ke GrandLucky SCBD, kira-kira seperti itulah Walmart. Saya ga mau gugling dan gabisa gugling, tapi kayaknya Walmart Indonesia itu (90an) ya Grandlucky, kayaknya. Jangan sedih, mungkin sebentar lagi retail global TARGET akan berdiri di NKRI karena saya pernah menjumpai lowongan TARGET - Indonesia office di LinkedIn.
Untuk membandingkan betapa stabilnya harga barang-barang di Amerika dibanding Indonesia: saat masih setinggi 70 cm, saya suka sekali es krim Walls dulu di 1997 bernama “SOLO”. Rasanya Cola gitulah, saya ingat betul harganya: 300 rupiah (TIGA RATUS RUPIAH). Es Krim dengan setidaknya mililiter setara “SOLO” ini saat ini 16k rupiah, apapun rasanya dan bentuknya.
Saingan Walmart yang paling pas bukan 711 (Sevel) yang laris di Jepang, tapi ALDI (Jerman). Lucunya, tidak seperti Walmart yang super raksasa, ALDI ini ukurannya tiap gerai ya sekitar bangunan Sevel (*kalau anda pernah ke SEVEL saat belum kukut/bangkrut) atau Lawson atau Indomaret / Alfamart di NKRI.
Kantor pusat nya ALDI, sebegitu efisiennya, hanya punya 100an (SERATUS) pegawai. Padahal jaringannya dan skala “kulakan” nya hanya Walmart yang bisa mengalahkan. Walmart bolakbalik digadang-gadang sebagai perusahaan pertama di dunia yang (HARUSNYA) bisa bervaluasi 1 Triliun dollar, karena per 2005 sudah mencapai 900 miliar dollar. Tapi sayangnya itu jatuh ke apple duluan yang pertama kali mencapai vauasi satu triliun dollar (2017) karena booming tech nya Silicon Valley, sebelum hancurnya big tech tahun ini.
Sama seperti Walmart, ALDI sukses menekan harga semurah mungkin di Jerman. Dan juga negara yang banyak gerai ALDI nya, yaitu Inggris, dan bahkan Amerika sendiri, juga Australia. Artinya, khusus Jerman, ALDI sukses membuat harga-harga produk Jerman (Barat) amat stabil sekian Deutsche Mark, atau kemudian setelah Eurozone terbentuk dan ada mata uang Euro, amat murah dan stabil sekian Euro. Menurut teman baik saya di Praha dan kondisi inflasi tinggi saat ini, cokelat-cokelat batangan di Eropa setidaknya Ceko itu cuma 20-30 ribu rupiah (2-3 Euro), sementara saat nyampai di NKRI, harganya mencapai 180k-210k. Andai ga ada perang Ukraina - Rusia, cokelat batangan ini mungkin cuma 1,5 Euro aja. Sesinting itu markup harga, lol.
Saya selalu membayangkan, kalau Alfamart dan Indomaret jauh lebih meraksasa, misal 30k gerai per brand (atau dari 2 brand ini: 60k gerai), dengan segala kontrak dagang, komisioner, konsinyasi, dll, dan dipadu rantai logistik semurah mungkin, bisa banget Indonesia (*HARUSNYA) mengalami deflasi. Tapi ada tantangan yang beda banget antara Indonesia vs Amerika atau Eropa: Indonesia kepulauan, Amerika dan Eropa kontinental.
======
dua
NYTIMES pada Juli, seingat saya, membuat nama baru: Bacon Index. Untuk memahami pergerakan harga yang mulai mencolok, dan tidak bisa lagi diantisipasi mau semeraksasa apapun Walmart dan seefisien apapun Walmart karena dampak pernag Ukraina-Rusia.
Tentu orang lain juga mengenal index lain: Big Mac Index. Sama seperti Walmart yang meraksasa (setidaknya di Amerika), karena McDonald meluas seglobal, mereka bisa banget membuat harga burger nyaris identik, meski ga benar-benar sama semua. Karena perang Ukraina-Rusia, tekanan biaya energi dll, makin lama harga Big Mac lebih mahal di semua negara dan ukurannya mengecil. Maka NYTIMES pernah merilis Juli lalu “BACON INDEX” sebagai cara baru melihat kerumitan naiknya harga-harga barang di seluruh dunia.
======
tiga
Saya fans Bayern Munich. Saat launching stadion baru yang kita kenal dengan Allianz Arena, stadion ini (& sampai sekarang) dijuluki “TEMPLE OF FOOTBALL”. Dibangun diatas bukit, jadinya benar-benar kayak Candi/Kuil. Pakai pelindung stadion yang mudah dibersihkan saking futuristiknya, dan bisa disetting nyala warna apa saja. Dianggap stadion dengan tribun standar keamanan amat tinggi—dan disaat sama secara derajat dianggap sebagai stadion dengan tribun tercuram (mungkin masih) se-eropa. ga super besar, cukup 75k kapasitas. JIS aja 82k.
Sampai saat ini, khusus olahraga sepakbola (bukan NFL), stadion Allianz Arena selalu jadi patokan pembiayaan oleh berbagai klub eropa. Bukan New Wembley
Per 2004, biaya total Allianz Arena ini cukup 250 juta Euro. Kalau tidak salah, Euro saat itu 10k rupiah. Jadi biayanya setara 2,5 triliun rupiah. Tentu dengan inflasi dll, ga bisa disamakan dengan biaya JIS yang 5 Triliun Rupiah, karena stadion megah di Jayapura (untuk PON tahun lalu), Papua yang super sulit angkut semen (*terdekat ya SEMEN TONASA di Sulsel) bahkan cuma butuh biaya 2 Triliun Rupiah. Bingung kan kenapa Jakarta JIS supermahal padahal gampang akses semen.
Mau lebih bingung lagi?
Dari dulu kuliah sampai sekarang, mau sehedon apapun bangunan stadion sepakbola di Eropa, ga ada apa-apanya dengan biaya stadion NFL di amerika, padahal secara fisik, rumput, dan fasilitas: sama aja. Bikin stadion NFL di Amerika nyaris pasti butuh 1,1 miliar dollar - 2 miliar dollar. Apakah kemudian luasnya jadi 8x nya Allianz Arena di Munich, ya nggak. Sama aja.
Tapi yang selalu bingung, kebalikannya: properti rumah. Rumah seleb-seleb hollywood di Los Angeles, di Beverly Hills 90210, rata-rata ya (kalau dalam satuan dollar) 2-4 juta dollar AS (setara rupiah saat ini: 30 miliar). Seingat saya, 5 hari lalu, seleb Cardi-B melakukan protes bahwa kerabatnya di NYC kesulitan menyewa rumah dan baru tahu bahwa biaya sewa apartemen di NYC supermahal. Problem housing di NYC persis banget Jakarta: mustahil dibeli millenial (saya) apalagi Gen Z. Mustahil ada gaji sebulan beli rumah di PIK huhuhuhu. Tapi angka rata-rata apartemen yang layak di NYC itu 90 miliar rupiah (6 juta dollar), setidaknya 3x lebih mahal dibanding LA. Anda bisa melihat debat housing di Amerika dengan search NIMBY vs YIMBY. Bahkan harga rumah/apartemen rata-rata di NYC ga ada apa-apanya dibanding 021/Jakarta.
Bayangkan bahwa rumah di LA itu super mewah cukup 30 miliar saja, atau apartemen di NYC 90 miliar saja, tapi rumah di (a) Menteng dan (b) Kemang serta (c ) Pondok Indah, dengan setidaknya luas yang sama, kosongan tanpa perabotan ala-ala amerika deh, harus rogoh 100 miliar. Saya melihat di IG viral banget, kalau udah lengkap isinya (*ala gaya belanja warga hedon NKRI), harga rumah tersebut jadinya 150-200 miliar rupiah. Bayangkan, mendingan beli rumah di LA dibanding (KEGILAAN) harga rumah di Jakarta (Menteng, Kemang, Pondik Indah, PIK). Sophia Latjuba sampai bilang mendingan ngontrak rumah (*ya betul, Sophia ngontrak rumah, ya meski yang dikontrak level 600 juta rupiah per tahun). Saudaranya Sophia Latjuba rekan kerja saya, dia tahu betul kelakuannya Celia pun LOL.
Bingung gak? Harga bikin stadion jauh lebih mahal/termahal di Amerika. Tapi secara properti, lebih sinting properti di Jakarta. Sementara bikin stadion di Jakarta 5 Triliun (300 juta dollar) disaat rata-rata bikin stadion di Amerika 1,1 miliar dollar paling murah.
Anomali curam ini semakin membuat bingung bagaimana mengartikan satu dollar amerika.
=======
empat
Saya baru tahu kalau gaji UMR per jam di Seoul adalah 7580 won, atau sekitar 76k rupiah/jam. Gara-gara nonton (*sambil nangis) MY MISTER.
Saya orang yang anti “menyingkat-nyingkat nominal” sebetulnya. Sebagian (utamanya) warga Bank Indonesia merasa Indonesia perlu meng-cut 3 digit nominal dan suatu waktu perlu menyiapkan mata uang dengan skema nominal yang baru. 100k rupiah jadi 100 Rupiah misalnya, 50k rupiah jadi 50 rupiah. Ga perlu, bagi saya. Jepang aja satu Yen 100-110 an rupiah. Won setara 9-10 rupiah. Pun juga won atau yen terhadap dollar, membuat won atau yen punya nol berderet2 di belakang. Apakah Jepang dan Korsel negara miskin? Ya gak lah.
=========
Setidaknya dari empat indikator ini, memang menunjukkan bahwa secara global, tidak bisa dan tidak boleh lagi dipaksakan suatu standar yang sama untuk menilai kemakmuran. Karena setidaknya dengan acuan satu dollar amerika, “rasa”, “nilai” nya bisa berbeda-beda di semua negara. Baik yang negara (sama-sama) maju, negara berkembang kek NKRI, atau yang miskin.
============
Saya pernah beli cincin dan sudah tidak ada lagi di saya, agar saya ga trauma. Biarkan suatu saat saya beli lagi dari nol, cincin yang lebih baik, untuk Mrs Prada, entah siapapun itu.
Pada Agustus lalu saat ultah, berjam-jam saya obrol dengan teman saya dokter di Amerika (*warga Amerika—campuran). Saya masih merasakan betul, meski saya tidak bisa menyesali apapun, saya serba sulit setelah memaksa beli cincin di Eropa. Karena jadinya saya harus makan sayur aja melulu demi berhemat. Dan saya sendiri ga bisa bepergian jauh-jauh di Eropa, misal, Berlin - Nyhavn, yang jauh lebih deket dibanding Bandung-Yogyakarta yang saya bisa puluhan kali touring sendirian dan hanya berhenti di SPBU. Padahal beberapa rekan kerja dan teman saya, kalau saya pun minta tolong, saya ga akan diminta balik membayar hutang.
Dan yang saya curcolkan lagi: saya pernah naksir suatu vest dijual di Amerika. Agar saya ga kedinginan. Tapi saya ga mampu beli karena terlanjur beli cincin, padahal kalau saya minta tolong orang-orang tertentu pasti dikasih dan ga akan ditagih ulang agar saya bayar utang, Tapi saya sungkan. Kalau kata Ran Mouri kepada Shinichi Kudo kenapa Ran selalu bersikeras nambah-nambah kerja magang ditengah latihan Tae Kwon Do, atau berhemat atau tidak minta ibunya (Eri Kisaki-Pengacara, yang jelas-jelas hidup mewah), dia (Ran) menolak ditraktir Sonoko Suzuki (*konglomerasi Suzuki) karena: “kalau hanya mengandalkan dibelikan (Sonoko), itu bukan pertemanan, aku harus bisa beli sendiri.” Kalau kata Alexis (serial Drama Series “CASTLE”) kenapa dia menolak dibelikan ayahnya (Castle) yang penulis novel super laris “aku tak mau diceramahi ayah, bahwa orang kaya harus lebih hati-hati memakai uang.”
Meski ga hapal semua dialog komik Conan 1-100, saya hapal dialog series CASTLE. Bahkan pemeran si A, si B, main di film apa aja lainnya, tanpa cek lagi IMDB, hapal. Meghan Markle bahkan pernah main di CASTLE. Ini intermezzo aja lol.
Cincin yang sama, saat di Indonesia, kini seharga 150an juta. Padahal saat saya beli, cuma 800 Euro. Bayangkan bahwa barang yang (1) tidak butuh pengemasan aneh2 seperti halnya makanan yang cepat rusak ditengah jarak 17000km Eropa (Berlin)-NKRI, dan (2) tidak makan tempat, harganya bisa meloncat seajaib itu antara beli di Berlin dan saat di NKRI harga mati. Tapi ya udahlah ya. Mudah-mudahan Allah SWT beri rezeki lagi, dan entah siapa yang beruntung jadi Mrs Prada. Seseorang bilang “kalau dipaksain tetep ga dapet, bukan rezekinya, gausah dipaksain.” Ya juga ya.
Saya pingin banget membahagiakan jauh lebih baik lagi Mrs Prada—--seberapa sulitnya pun atau terjalnya pun yang saya alami puluhan tahun. Entah siapapun itu Mrs Prada.
======
Agak muter-muter ya. Yaiyalah, lha wong saya bukan anak Ekonomi. Saya berusaha menjelaskan bahwa disaat dampak perang Ukraina-Rusia sebegitu meluas, saya mengambil contoh-contoh riil. Saya selalu kepikiran, sekujur Eropa ternyata “DIBANGUN” oleh Rusia: sebegitu murahnya energi yang dibeli seluruh Uni Eropa dari Rusia, membuat 3 dekade terakhir mereka (Uni Eropa) enjoy-enjoy aja membangun. Saat perang, gelagapan. Bullshit green energy ala Uni Eropa, ya ternyata tipu-tipu: mereka dibangun sebetulnya dari/oleh energi supermurah dari Rusia. Meski saya tidak akan membenarkan Putin (enabler Putin) membunuhi warga Ukraina.
Dan tragisnya: arti satu dollar amerika menjadi “rusak”, menjadi makin rancu dipakai-dipaksa secara global, gara-gara: Rusia.
=======
Saya meyakini mitos kembali beredar ditengah pertemanan (&/ ex pertemanan saya) dalam beberapa jam terakhir. “Bagaimana mungkin Prada sabar menunggu selama itu dan tetap bertahan, bagaimana Prada tahu bisnis kafe adik juniornya padahal ga ada yg ngasih tahu, dan bagaimana mungkin Prada repot-repot, apa benar Prada ini Santo. yang sabar seperti mitos saat kuliah.”
Ya benar. Bahkan saya mau travelkan ke BSD dan ke Bandung karena kafe junior saya malah deket agen travel. Malah ga jadi karena begitu lamanya saya menunggu ga kunjung datang. Saya ga nyangka banget ….atau selalu aja ini yang terjadi: saya sudah prepare agar mencegah yang ultra terburuk sehingga bisa diadaptasi-diantisipasi, yang kejadian, lebih buruk lagi.
Laper banget, lebih parah secara durasi jam-nya dibanding puasa normal. jet lag, plus lapar, kembali ke bandara, hedehhhhhh.
Kalau keunggah di substack, artinya sudah ada wifi setelah di kabin ga ada.